Asal mula bahasa
copas Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
|
Artikel atau bagian dari artikel ini diterjemahkan dari Origin of language di en.wikipedia.org. Isinya mungkin memiliki ketidakakuratan. Selain itu beberapa bagian yang diterjemahkan kemungkinan masih memerlukan penyempurnaan. Pengguna yang mahir dengan bahasa yang bersangkutan dipersilakan untuk menelusuri referensinya dan menyempurnakan terjemahan ini.
(Pesan ini dapat dihapus jika terjemahan dirasa sudah cukup tepat) |
Asal mula bahasa pada
spesies manusia
telah menjadi topik yang didiskusikan oleh para ilmuwan selama beberapa
abad. Walaupun begitu, tidak ada konsensus mengenai asal atau waktu
awalnya. Salah satu masalah yang membuat topik tersebut sangat susah
untuk dipelajari adalah tidak adanya bukti langsung yang kuat, karena
tidak ada bahasa atau bahkan kemampuan untuk memproduksinya menjadi
fosil. Akibatnya para ahli yang ingin meneliti asal mula bahasa harus
mengambil kesimpulan dari bukti-bukti jenis lainnya seperti
catatan fosil-fosil atau dari bukti arkeologis, dari keberagaman bahasa zaman sekarang, dari penelitian
akuisisi bahasa, dan dari perbandingan antara
bahasa manusia dan sistem komunikasi
di antara hewan-hewan, terutama
primata-primata lainnya. Secara umum disepakati bahwa asal mula bahasa sangat dekat dengan asal mula dari
perilaku modern manusia, tapi hanya sedikit kesepakatan tentang implikasi-implikasi dan pengarahan dari keterkaitan tersebut.
Fakta bahwa bukti empiris sangat terbatas, telah membuat banyak
ilmuwan menganggap semua topik secara keseluruhan tidak cocok untuk
dipelajari secara serius. Pada tahun 1866,
Linguistic Society of Paris
sampai melarang debat mengenai subjek tersebut, sebuah larangan yang
masih tetap berpengaruh di antara dunia barat sampai akhir abad 20.
[1] Sekarang, ada banyak hipotesis mengenai bagaimana, kenapa, kapan dan di mana bahasa mungkin pertama kali muncul.
[2] Tampaknya tidak begitu banyak kesepakatan pada saat sekarang dibandingkan seratus tahun lalu, saat
teori evolusi Charles Darwin lewat
seleksi alam-nya menimbulkan banyak spekulasi mengenai topik ini.
[3] Sejak awal 1990-an, sejumlah ahli
linguis,
arkeologis,
psikologis,
antropolog, dan ilmuwan profesional lainnya telah mencoba untuk menelaah dengan metoda baru apa yang mereka mulai pertimbangkan sebagai
permasalahan tersulit dalam sains.
[4]
Pendekatan-pendekatan
Pendekatan terhadap asal mula bahasa dapat dibagi berdasarkan asumsi
dasarnya. 'Teori Keberlanjutan' yaitu berdasarkan ide bahwa bahasa
sangat kompleks sehingga tidak dapat dibayangkan ia timbul begitu saja
dari ketiadaan menjadi bentuk akhir seperti sekarang: ia pastinya
berkembang dari sistem pre-linguistik awal di antara leluhur primata
kita. 'Teori Ketakberlanjutan' yaitu berdasarkan ide yang berlawanan --
bahwa bahasa adalah suatu sifat sangat unik sehingga tidak dapat
dibandingkan dengan apapun yang ditemukan pada spesies selain manusia
dan oleh karena ia pasti muncul secara tiba-tiba selama perjalanan
evolusi manusia. Perbedaan lainnya yaitu antara teori yang melihat
bahasa sebagai bawaan lahir yang ter-sandi secara genetis, dan mereka
yang melihatnya sebagai sebuah sistem yang secara umum kultural --
dipelajari lewat interaksi sosial.
[5]
Noam Chomsky
adalah pendukung utama dari teori ketakberlanjutan, sebuah masalah di
mana ia berpihak sedikit terpisah dengan rekan akademisnya yang lain.
Dia beralasan bahwa sebuah mutasi terjadi pada salah satu individu dalam
rentang 100.000 tahun yang lalu, mengakibatkan munculnya kemampuan
bahasa (sebuah komponen dalam otak) secara 'instan' dalam bentuk yang
'sempurna' atau 'hampir-sempurna'. Argumentasi secara filosofinya
berbunyi sebagai berikut: pertama, dari apa yang diketahui mengenai
evolusi, setiap perubahan biologis dalam suatu spesies timbul dari
perubahan genetis secara acak pada satu individu, yang menyebar dalam
satu kelompok peranakan. Kedua, dari perspektif komputasi dalam teori
bahasa: satu-satunya perubahan yang dibutuhkan adalah kemampuan kognitif
untuk membentuk dan memproses struktur data rekursif dalam pikiran
(properti dari "
diskrit tak-terbatas",
yang muncul hanya unik pada manusia). Perubahan genetis ini, yang
memberikan otak manusia suatu properti diskrit tak-terbatas, Chomsky
beralasan, secara esensial merupakan loncatan yang menyebabkan dapat
menghitung dari bilangan N, dimana N adalah bilangan pasti, sampai mampu
menghitung sampai bilangan tak-terbatas (misalnya, jika N dapat
dibentuk begitu juga N+1). Dari pernyataan di atas bahwa evolusi
kemampuan bahasa pada manusia adalah
saltasi
karena, secara logika, tidak mungkin ada transisi secara bertingkat
dari otak yang mampu menghitung pada bilangan tertentu, menjadi otak
yang mampu berpikir mengenai ketak-terbatasan. Gambarannya, dengan
analogi sederhana, adalah bahwa formasi kemampuan berbahasa pada manusia
adalah serupa dengan formasi kristal; diskrit tak-terbatas merupakan
bibit kristal dalam otak super primata, yang mendekati perkembangan
menjadi otak manusia, oleh hukum fisika, saat sebuah batu kecil, tapi
sangat penting, dilanjutkan oleh evolusi.
[6] [7]
Teori keberlanjutan sekarang dipegang oleh mayoritas ilmuwan, tapi
mereka berbeda dalam melihat dalam pengembangannya. Diantaranya yang
melihat bahasa sebagai bawaan lahir, beberapa -- yang terkenal yaitu
Steven Pinker [8]
-- menghindari berspekulasi mengenai pelopor bahasa pada primata
non-manusia, menekankan secara sederhana bahwa kajian bahasa harusnya
berevolusi secara bertahap.
[9] Yang lainnya pada kelompok intelektual yang sama -- yang terkenal yaitu Ib Ulbaek
[10]
-- menganggap bahwa bahasa berkembang tidak dari komunikasi primata
tapi dari kesadaran primata, yang jauh lebih kompleks. Bagi mereka yang
melihat bahasa sebagai alat komunikasi yang dipelajari secara sosial,
seperti
Michael Tomasello,
melihat perkembangan bahasa dari aspek komunikasi primata, hal ini
lebih kepada komunikasi secara gestural daripada secara vokal.
[11] [12]
Dimana prekursor vokal diperhatikan, banyak pendukung teori
keberlanjutan membayangkan bahasa berkembang dari kemampuan manusia awal
dalam bernyanyi.
[13] [14]
Melampaui pembagian keberlanjutan-lawan-ketakberlanjutan adalah
mereka yang melihat munculnya bahasa sebagai konsekuensi dari suatu
bentuk transformasi sosial
[15]
yang, dengan menghasilkan tingkat kepecayaan umum yang belum pernah
terjadi sebelumnya, membebaskan potensi genetik untuk kreativitas
linguistik yang sebelumnya dibiarkan tertidur.
[16] [17] [18] 'Teori koevolusi ritual/bicara' adalah sebuah contoh dari pendekatan ini.
[19] [20]
Ilmuwan-ilmuwan dalam kelompok intelektual ini menunjuk kepada fakta
bahwa bahkan simpanse dan bonobo memiliki kemampuan terpendam yang,
dalam lingkungan liar, jarang dipergunakan.
[21]
Karena munculnya bahasa terjadi begitu jauh dalam sejarah sebelum
manusia, perkembangan yang terkait tidak meninggalkan jejak sejarah
langsung; dan tidak ada proses pembandingan yang dapat dilakukan pada
masa sekarang. Oleh karena itu, munculnya bahasa isyarat pada masa
modern --
Bahasa Isyarat Nikaragua, misalnya -- mungkin berpotensi memperlihatkan gambaran tingkat-tingkat perkembangan dan proses kreatif yang terlibat.
[22]
Pendekatan lainnya yaitu dengan meneliti fosil manusia awal, melihat
kemungkinan adanya jejak adaptasi fisik terhadap penggunaan bahasa.
[23] [24]
Pada beberapa kasus, saat DNA dari manusia yang telah punah dapat
dipulihkan, ada atau absen-nya gen yang seharusnya berkaitan dengan
bahasa -- FOXP2 sebagai contohnya -- mungkin dapat memberikan informasi
lebih lanjut.
[25]
Pendekatan lainnya, kali ini secara arkeologis, adalah dengan membawa
perilaku simbolis (seperti aktivitas ritual) yang mungkin berpotensial
meninggalkan jejak secara arkeologis -- seperti pengumpulan dan
modifikasi dari pigmen ochre yang digunakan untuk melukis badan -- dapat
membangun argumentasi teoretis untuk memberikan kesimpulan dari
simbolism secara umum kepada bahasa secara khusus.
[26] [27] [28]
Rentang waktu bagi evolusi bahasa dan/atau prasyarat anatomis
terjadu, paling tidak secara dasar, sejak perpisahan phylogenetic pada
Homo (2,3 sampai 2,4 juta tahun lalu) dari
Pan (5 sampai 6 juta tahun lalu) sampai munculnya
perilaku modernitas sekitar 150.000 - 50.000 tahun lalu. Beberapa orang membantah bahwa
Australopithecus kemungkinan tidak memiliki sistem komunikasi yang lebih canggih dari pada Kera Besar secara umum,
[29] tetapi para ahli memiliki opini yang berbeda-beda terhadap perkembangan sejak munculnya
Homo
sekitar 2,5 juta tahun yang lalu. Beberapa ahli mengasumsikan
perkembangan sistem mirip-bahasa primitif (proto-bahasa) sama awalnya
dengan
Homo habilis, sementara ahli lainnya menempatkan perkembangan komunikasi simbol primitif hanya dengan
Homo erectus (1,8 juta tahun yang lalu) atau
Homo heidelbergensis (0,6 juta tahun yang lalu) dan perkembangan bahasa pada
Homo sapiens kurang dari 200.000 tahun lampau.
Menggunakan metoda statistik untuk memperkirakan waktu yang
dibutuhkan untuk mengetahui persebaran dan perbedaan pada bahasa modern
saat sekarang,
Johanna Nichols
-- seorang ahli bahasa dari University of California, Berkeley --
memberikan argumen pada tahun 1998 bahwa bahasa vokal pastinya telah
berdiversifikasi pada spesies kita paling tidak sekitar 100.000 tahun
lalu.
[30] Menggunakan keberagaman fonemis, sebuah analisis terbaru memberikan dukungan linguistik langsung terhadap waktu yang sama.
[31]
Estimasi semacam ini secara independen didukung oleh genetis,
arkeologis, paleontologi dan banyak bukti lainnya menyarankan bahwa
bahasa mungkin muncul di suatu tempat di sub-Sahara Afrika selama zaman
batu pertengahan, kira-kira sezaman dengan perkembangan spesies
Homo sapiens.
[32]
Para linguis setuju bahwa, selain dari
pijin, tidak ada bahasa "primitif": semua populasi manusia modern berbicara bahasa yang hampir sama kompleks dan ekspresif kuatnya,
[33]
walau penelitian terbaru telah mengeksplorasi bagaimana kompleksitas
linguistik bervariasi antara dan dalam suatu bahasa selama perjalanan
sejarah.
[34]
Hipotesis asal mula bahasa
Spekulasi awal
Saya tidak dapat meragukan bahwa asal usul bahasa meminjam pada
imitasi dan modifikasi, dibantu oleh isyarat dan gerakan, dari berbagai
suara alam, suara binatang lainnya, dan seruan naluriah manusia itu
sendiri.
— Charles Darwin, 1871. The Descent of Man, and Selection in Relation to Sex. [35]
Pada tahun 1861, ahli sejarah linguis Max Müller menerbitkan daftar spekulatif teori tentang asal mula bahasa:
[36]
- Bow-wow. Teori bow-wow atau cuckoo, yang Muller atribusikan kepada filsuf Jerman Johann Gottfried Herder, melihat kata-kata bermula sebagai imitasi dari teriakan hewan-hewan liar atau burung.
- Pooh-pooh. Teori Pooh-Pooh melihat kata-kata pertama sebagai teriakan dan interjeksi emosional dipicu oleh rasa sakit, senang, terkejut, dan lainnya.
- Ding-dong. Müller menyarankan apa yang dia sebut dengan teori Ding-Dong,
yang menyatakan bahwa semua mahluk memiliki sebuah getaran resonansi
alami, digemakan oleh manusia dalam perkataan awalnya dengan suatu cara.
- Yo-he-ho. Teoriyo-he-ho melihat bahasa muncul dari
kegiatan kerja sama yang teratur, usaha untuk sinkronisasi otot
menghasilkan suatu suara yang 'menghela' bergantian dengan suara seperti
ho.
- Ta-ta. Teori ini tidak ada dalam daftar Max Müller, tapi diajukan oleh Sir Richard Paget pada tahun 1930.[37] Menurut teori ta-ta, manusia membuat perkataan pertama dengan menggerakan lidah yang meniru gerakan manual, membuatnya terdengar bersuara.
Banyak ilmuwan saat ini menganggap semua teori tersebut tidak begitu
banyak yang salah -- adakalanya mereka menawarkan wawasan -- seperti
naif komikal dan tidak relevan.
[38] [39]
Permasalahannya dengan teori tersebut yaitu mereka hampir mekanistik.
Mereka mengasumsikan bahwa sekali leluhur kita menyadari kejeniusan
mekanisme untuk menghubungkan suara dengan makna, bahasa secara otomatis berkembang dan berubah.
Permasalahan reliabilitas dan kecurangan
Dari perspektif ilmu modern Darwin, rintangan utama dari evolusi
komunikasi mirip-bahasa di alam bukanlah mekanisme. Melainkan, fakta
bahwa simbol-simbol -- asosiasi acak antara suara atau suatu bentuk yang
tampak dengan maknanya -- adalah tidak dapat diandalkan dan bisa saja
salah.
[40] Seperti bunyi peribahasa, 'Berbicara itu gampang'.
[41] Permasalahan reliabilitas tidak dikenali oleh Darwin, Müller atau oleh ahli teori evolusi awal.
Sinyal vokal hewan pada umumnya secara intrinsik dapat diandalkan.
Pada saat seekor kucing mendengkur, sinyal tersebut menandakan bukti
langsung bahwa hewan berada pada keadaan senang. Kita dapat 'percaya'
kepada sinyal tersebut bukan karena kucing itu jujur, tetapi karena
suara itu tidak dapat dipalsukan. Seruan vokal primata bisa saja lebih
dapat dimanipulasi, tetapi mereka tetap dapat diandalkan untuk beberapa
alasan -- karena mereka susah untuk dipalsukan.
[42] Intelijensi sosial primata disebut
Machiavellian
-- melayani diri sendiri dan tidak dibatasi oleh moral. Monyet dan kera
terkadang mencoba menipu satu sama lain, sementara pada saat bersamaan
tetap berjaga-jaga agar tidak menjadi korban dari penipuan itu sendiri.
[43]
Paradoksnya, justru resistensi dari primata terhadap penipuan
menghambat evolusi sistem sinyal mereka bersama dengan perkataan yang
mirip-bahasa. Bahasa ditolak karena cara terbaik untuk mencegah dari
tertipu adalah dengan mengabaikan semua sinyal kecuali yang
reliabilitasnya dapat diperiksa langsung. Perkataan secara otomatis
gagal dalam tes ini.
[44]
Kata-kata sangat mudah dipalsukan. Jika kata-kata berbentuk
kebohongan, pendengar akan beradaptasi dengan mengabaikan mereka
sehingga menguntungkan isyarat atau indeks yang lebih sulit di palsukan.
Supaya bahasa dapat bekerja, pendengar haruslah yakin bahwa pembicara
yang mereka ajak berbicara secara umum cenderung berkata jujur.
[45]
Fitur aneh pada bahasa adalah 'referensi terlantar', yang berarti
referensi terhadap topik diluar situasi yang sekarang dialami. Properti
ini mencegah ucapan-ucapan menjadi suatu kebenaran 'di sini' dan
'sekarang' secara langsung. Karena alasan tersebut, bahasa mengasumsikan
tingkat saling percaya yang tinggi supaya menjadi terbentuk selama masa
waktu sebagai suatu
strategi yang secara evolusi stabil.
Teori dari asal mula bahasa harus menjelaskan kenapa manusia dapat
mulai mempercayai isyarat-isyarat lemah dengan suatu cara dimana
binatang lain tidak bisa (lihat
teori sinyal).
Hipotesis 'bahasa ibu'
Hipotesis 'bahasa ibu' di ajukan pada tahun 2004 sebagai solusi yang mungkin dari masalah ini.
[46] W. Tecumseh Fitch menyatakan bahwa prinsip Darwinian dari 'seleksi saudara'
[47]
-- ketertarikan konvergensi genetis antara kerabat -- bisa jadi bagian
dari jawaban. Fitch menyarankan bahwa bahasa bermula dari 'bahasa ibu'.
Jika bahasa berevolusi pada awalnya untuk komunikasi antara ibu dan
turunan biologisnya sendiri, berkembang lebih lanjut mengikutkan kerabat
dewasa juga, ketertarikan antara pembicara dan pendengar pastinya suatu
kebetulan. Fitch beralasan bahwa ketertarikan genetis yang sama
menyebabkan kepercayaan dan kerjasama yang cukup untuk sinyal yang
secara intrinsik tidak dapat dipercaya -- perkataan -- supaya dapat
diterima sebagai sesuatu yang terpercaya dan mulai berkembang untuk
pertama kalinya.
Kritik terhadap teori ini menunjuk pada seleksi kerabat tidak hanya
unik pada manusia. Ibu kera juga berbagi gen dengan turunannya,
sebagaimana binatang lainnya, lalu kenapa hanya manusia yang berbicara?
Lebih lanjut, sangat susah untuk percaya bahwa manusia awal membatasi
komunikasi linguistik hanya pada saudara genetis: tabu mengenai inses
pasti memaksa laki dan wanita berinteraksi dan berkomunikasi dengan yang
bukan saudara. Jadi, walaupun kita menerima premis pertama Fitch,
penyebab dari hubungan 'bahasa ibu' dari kerabat kepada non-kerabat
tetap tidak dapat dijelaskan.
[48]
Hipotesis 'altruisme timbal balik wajib'
Ib Ulbaek
[49] menyebutkan prinsip Darwinian lain -- 'altruisme timbal-balik'
[50]
-- untuk menjelaskan tingkat kejujuran tinggi yang diperlukan oleh
bahasa untuk berkembang. 'Altruism timbal-balik' dapat diekspresikan
sebagai prinsip yang
jika kamu menggaruk belakang saya, saya akan menggaruk punyamu juga. Dalam istilah linguistik, ia dapat berarti
jika kamu berkata jujur pada saya, saya akan jujur juga padamu.
Altruism timbal-balik Darwin umumnya, Ulbrek menunjukkan, adalah sebuah
hubungan yang terjalin antara interaksi individu-individu yang sering
terjadi. Supaya bahasa menguasai seluruh komunitas, bagaimanapun juga,
suatu pertukaran diperlukan secara paksa secara universal tidak hanya
dibiarkan sebagai pilihan individu. Ulbek menyimpulkan bahwa supaya
bahasa dapat berkembang, masyarakat awal secara keseluruhan pastinya
subjek dari regulasi moral.
Kritik menunjukkan bahwa teori ini gagal menjelaskan kapan,
bagaimana, kenapa atau oleh siapa 'altruisme timbal balik wajib' dapat
mungkin ditegakkan. Berbagai proposal telah diajukan untuk memperbaiki
kekurangan ini.
[51]
Kritikan lebih lanjut adalah bahwa bahasa tidak bekerja berdasarkan
altruisme timbal-balik. Manusia dalam percakapan grup tidak menyimpan
semua informasi kecuali pendengar mau memberikan informasi berharga
sebagai balasan. Secara berlawanan, mereka tampak ingin menampilkan
kepada dunia akses mereka terhadap informasi yang berhubungan secara
sosial, menyebarkannya kepada siapa saja yang mau mendengarkan tanpa
menginginkan kembalian.
[52]
Hipotesis gosip dan perawatan
Gosip, menurut
Robin Dunbar,
dilakukan kelompok manusia dimana merawat berlaku pada primata lainnya
-- ia membolehkan individu untuk melayani hubungan mereka dan menjaga
persekutuan mereka dengan prinsip dasar,
Jika kamu menggaruk belakang saya, saya akan menggaruk punyamu juga.
Saat manusia mulai hidup di grup sosial yang semakin besar, pekerjaan
merawat semua teman dan kenalan menjadi memakan waktu dan tidak
terjangkau. Merespon permasalahan ini, manusia menciptakan 'perawatan
yang murah dan sangat efisien' --
perawatan vokal. Untuk membuat
teman bahagia, sekarang anda cukup 'merawat' mereka dengan suara vokal
yang rendah, melayani sejumlah sekutu secara bersamaan sementara membuat
kedua tangan bebas untuk pekerjaan lainnya. Perawatan vokal kemudian
berkembang secara bertahap menjadi bahasa vokal -- awalnya dalam bentuk
'gosip'.
[53]
Kritik terhadap teori ini menunjuk pada efisiensi dari 'perawatan
vokal' -- fakta bahwa bicara itu gampang -- akan merusak kapasitasnya
untuk mensinyalkan sejenis komitmen yang disampaikan dengan perawatan
manual yang berharga dan memakan waktu.
[54]
Kritikan lebih lanjut adalah bahwa teori ini tidak menjelaskan transisi
krusial dari perawatan vokal -- produksi suara yang menenangkan tapi
tidak berarti -- ke kompleksitas kognitif dari berbicara secara sintaks.
Koevolusi ritual/bicara
Teori koevolusi ritual/bicara awalnya diajukan oleh antropolog sosial terkenal
Roy Rappaport [55] sebelum dielaborasi oleh antropolog seperti Chris Knight,
[56] Jerome Lewis,
[57] Nick Enfield,
[58] Camilla Power
[59] dan Ian Watts.
[60] Ilmuwan kognitif dan insiyur robotik Luc Steels
[61] adalah pendukung penting dari pendekatan ini, seperti juga antropologis/neurosains biologis
Terrence Deacon.
[62]
Ilmuwan tersebut beralasan bahwa tidak ada yang namanya 'teori asal
mula bahasa'. Hal ini dikarenakan bahasa bukanlah sebuah adaptasi
terpisah tapi sebuah aspek internal yang lebih luas -- dinamakan,
kultur simbolis manusia secara keseluruhan.
[63]
Mencoba menjelaskan bahasa secara independen dalam konteks yang luas
ini secara spektakuler gagal, para ilmuwan tersebut mengatakan, karena
mereka menangani masalah tanpa solusi. Bisakah kita membayangkan seorang
ahli sejarah mencoba menjelaskan munculnya kartu kredit secara
tersendiri dalam sistem yang luas dimana ia adalah sebuah bagian?
Menggunakan kartu kredit masuk akal jika anda memiliki rekening bank
secara institusi dikenal dalam suatu jenis masyarakat kapitalis maju --
suatu sistem dimana teknologi komunikasi elektronik dan komputer digital
telah ditemukan dan penggelapan dan dideteksi dan dicegah. Dalam hal
yang sama, bahasa tidak akan bekerja diluar susunan institusi dan
mekanisme sosial. Sebagai contohnya, ia tidak akan bekerja bagi seekor
kera yang berkomunikasi dengan kera lain di dunia liar. Bahkan tidak
untuk kera tercerdas pun dapat membuat bahasa bekerja di bawah kondisi
tersebut.
Kebohongan dan jenis-jenisnya, diturunkan dalam bahasa ... memberikan
permasalahan terhadap masyarakat yang stukturnya dibangun oleh bahasa,
yang dinamakan semua masyarakat manusia. Oleh karena itu saya beralasan
bahwa jika semua kata itu ada maka diperlukan membentuk Firman, dan bahwa Firman dibentuk oleh persamaan liturgi.
— Roy Rappaport, 1979. Ecology, Meaning and Religion, pp. 210-11. [64]
Pendukung pemikiran ini merujuk bahwa berbicara itu gampang. Seperti
halusinasi digital, mereka secara intrinsik tidak dapat diandalkan. Jika
kera sangat pandai, atau bahkan satu kelompok kera pandai, mencoba
untuk menggunakan kata-kata di alam liar, mereka tidak akan membawa
suatu keyakinan. Vokalisasi primata yang
mana membawa keyakinan
-- yaitu yang mereka benar-benar gunakan -- adalah tidak mirip dengan
perkataan, dimana mereka diekspresikan secara emosional, bermakna secara
intrinsik dan dapat dipercaya karena mereka relatif sangat berharga dan
sulit dipalsukan.
Bahasa terdiri dari kontras digital yang harganya secara esensial
nol. Sebagai konvensi sosial murni, sinyal jenis ini tidak dapat
berkembang dalam dunia sosial Darwinian -- mereka adalah sebuah
ketidakmungkinan secara teoritis.
[40]
Karena tidak dapat dipercaya secara intrinsik, bahasa bekerja hanya
jika anda dapat membuat suatu reputasi sebagai kepercayaan dalam suatu
bentuk masyarakat -- disebut, salah satu dimana fakta simbolis
(terkadang disebut dengan 'fakta institusional') dapat dibangun dan
dijaga lewat dukungan kolektif sosial.
[65] Dalam masyarakat pemburu-pengumpul, mekanisme dasar untuk membangun kepercayaan dalam fakta kultural simbolis adalah
ritual bersama.
[66]
Oleh karena itu, pekerjaan yang dihadapi para peneliti dalam asal mula
bahasa adalah lebih ke multidisiplin daripada biasanya. Ia berhubungan
dengan melihat perkembangan timbulnya kultur simbolis manusia secara
keseluruhan, dengan bahasa sebagai salah satu yang utama tapi komponen
tambahan.
Kritik mengenai teori ini dari Noam Chomsky, yang menamainya dengan
hipotesis 'ketak-adaan' -- sebuah penolakan dari keberadaan bahasa
sebagi suatu objek kajian bagi ilmu alam.
[67] Teori Chomsky sendiri adalah bahwa bahasa muncul secara instan dan dalam bentuk sempurna,
[68]
mendorong kritiknya sebagai jawaban bahwa hanya sesuatu yang tidak ada
-- sebuah konstruksi teoritis atau fiksi sosial yang mudah -- yang dapat
muncul secara ajaib.
[69] Kontroversi masih tetap belum terselesaikan.
Teori Gestur
Teori gestur (isyarat) menyatakan bahwa bahasa manusia berkembang dari
gestur yang digunakan sebagai komunikasi sederhana.
Dua tipe bukti mendukung teori ini.
- Bahasa gestur dan bahasa lisan bergantung pada sistem neural yang sama. Bagian pada cortex yang bertanggung jawab terhadap pergerakan mulut dan tangan.
- Primata
selain manusia menggunakan gestur atau simbol setidaknya untuk
komunikasi primitif, dan beberapa dari gestur tersebut mirip dengan yang
digunakan pada manusia, seperti "gestur meminta", dengan tangan
direntangkan, dimana manusia memiliki kesamaan dengan simpanse.[70]
Penelitian telah menemukan bukti kuat untuk ide bahwa
bahasa lisan dan bahasa isyarat bergantung pada struktur neural yang sama. Pasien yang menggunakan bahasa isyarat, dan yang menderita
left-hemisphere lesion, memperlihatkan disorder yang sama dengan bahasa isyarat sebagaimana pasien vokal dengan bahasa oral-nya.
[71]
Peneliti lain menemukan bagian left-hemisphere otak yang aktif saat
melakukan bahasa isyarat sama dengan saat menggunakan bahasa vokal atau
tulisan.
[72]
Pertanyaan penting untuk teori gestur yaitu kenapa terjadi peralihan
ke penggunaan vokalisasi. Terdapat tiga penjelasan yang memungkinkan:
- Nenek moyang kita mulai menggunakan alat yang lebih banyak, artinya
kedua tangan mereka sedang digunakan dan tidak dapat digunakan untuk
melakukan gestur. [73]
- Penggunaan gestur membutuhkan dua invidu yang berkomunikasi dapat
melihat satu sama lain. Pada banyak situasi, mereka butuh berkomunikasi,
bahkan tanpa kontak visual -- misalnya saat malam hari atau saat
dedaunan menghalangi pemandangan.
- Hipotesis gabungan memegang bahwa bahasa awal menggunakan bagian gestur dan bagian vokal mimemis
(meniru 'lagu-dan-tarian'), menggabungkan modalitas karena semua sinyal
(seperti para kera dan monyet) masih diperlukan untuk secara intrinsik
meyakinkan. Oleh sebab itu, setiap penglihatan multi-media diperlukan
tidak hanya untuk membingungkan arti sebenarnya tapi juga untuk
menginspirasi kepercayaan dalam realibilitas sinyal. Hal ini menyarankan
bahwa hanya saat pemahaman komunitas datang menjadi kekuatan[74]
maka secara otomatis diasumsikan kepercayaan dalam upaya komunikatif, paling tidak membolehkan Homo sapiens berpindah ke ultra-efisien, cepat - digital kebalikan dari analog - format standar. Karena fitur perbedaan vokal (kontras suara) cocok untuk tujuan ini, maka hanya pada titik tersebut - saat bahasa tubuh yang secara intrinsik persuasif tidak lagi dibutuhkan untuk menyampaikan setiap pesan - bahwa pemilihan perpindahan dari manual gestur ke bahasa ucapan terjadi.[75][76][77]
Manusia masih menggunakan tangan dan gestur wajah saat berbicara,
terutama saat seseorang bertemu dengan orang lain yang berbeda bahasa.
[78] Dan ada juga, sudah pasti, sejumlah
bahasa isyarat yang masih eksis, biasanya berkaitan dengan komunitas
tuli;
penting juga diketahui bahwa bahasa isyarat memiliki kompleksitas,
kecanggihan, dan kekuatan ekspresif yang sama dengan bahasa oral yang
ada -- fungsi kognitifnya sama dan bagian otak yang digunakan juga sama
-- perbedaannya adalah "fonem" diproduksi oleh tubuh bagian luar,
diartikulasikan dengan tangan, badan, dan ekspresi muka, bukan dengan
bagian dalam tubuh yang diartikulasikan dengan lidah, gigi, bibir, dan
pernapasan.
Kritik terhadap teori gestural menyatakan bahwa sangat sulit untuk menyebutkan alasan serius mengapa
komunikasi vokal
berbasis-nada (yang digunakan pada primata) ditinggalkan demi
komunikasi yang kurang efektif selain suara, komunikasi gestur.
Tantangan lain untuk teori gestur-lebih-dahulu telah dikemukakan oleh
peneliti dalan
psikolinguistik, termasuk
David McNeill.
Saraf mirror dan asal mula bahasa
Pada manusia, penelitian fungsi MRI telah melaporkan menemukan wilayah yang sama dengan sistem saraf
mirror
pada monyet di korteks bagian depan bawah, dekat dengan wilayah Borca,
salah satu yang dihipotesiskan sebagai wilayah bahasa pada otak. Hal ini
memberikan petunjukan bahwa bahasa manusia berkembang dari sebuah
sistem pemahaman gestur yang tertanam di saraf
mirror. Saraf-saraf
mirror
dikatakan memiliki potensi untuk menyediakan suatu mekanisme untuk
memahami-aksi, belajar-meniru, dan mensimulasikan perilaku orang lain.
[79] Hipotesis ini didukung oleh beberapa homologi
cytoarchitectonic antara wilayah premotor monyet F5 dan wilayah Broca pada manusia.
[80] Laju ekspansi
kosa kata terkait dengan kemampuan
anak untuk meniru suara bukan-kata dan juga dalam mempelajari pengucapan kata baru. Hal seperti
pengulangan bicara terjadi secara otomatis, cepat
[81] dan secara terpisah pada otak untuk
persepsi bicara.
[82] [83] Lebih lanjut imitasi suara tersebut dapat terjadi tanpa pemahaman seperti dalam
pembayangan bicara [84] dan
echolalia.
[85]
Bukti lebih lanjut dari keterkaitan ini datang dari penelitian
terbaru di mana aktivitas otak dari dua peserta diukur menggunakan fMRI
saat mereka melakukan isyarat kata-kata antara satu sama lain
menggunakan isyarat tangan melalui suatu permainan
tebak kata
-- sebuah modalitas yang beberapa ahli menyarankan mungkin
merepresentasikan prekursor secara evolusi dari bahasa manusia. Analisis
data menggunakan
Kausalitas Granger
memperlihatkan bahwa sistem saraf-mirror dari pengamat memang
merefleksikan pola dari aktivitas dari aktivitas di dalam sistem motor
si pengirim, mendukung ide bahwa konsep motor berhubungan dengan
kata-kata memang ditransmisikan dari satu otak ke otak lain menggunakan
sistem mirror.
[86]
Harusnya diketahui bahwa sistem saraf mirror tampak pada dasarnya tidak memadai untuk memainkan peran dalam
sintaks,
walaupun properti penting dari bahasa manusia yang diimplementasi dalam
struktur rekursif hierarki ini diratakan menjadi urutan linier
fenom-fenom membuat struktur rekursif tidak dapat diakses oleh deteksi
sensorik.
[87]
Teori menaruh anak di bawah
Menurut teori 'menaruh anak di bawah'-nya Dean Falk, interaksi vokal
antara ibu hominin awal dengan anaknya menimbulkan sebuah urutan
kejadian yang menyebabkan, akhirnya, perkataan awal dari leluhur kita.
[88]
Ide dasarnya adalah ibu manusia yang berevolusi, tidak seperti monyet
dan kera, tidak dapat berpindah tempat dan mencari makanan saat anaknya
menggantung di belakang mereka. Hilangnya bulu pada kasus manusia
menyebabkan anak bukan berarti tidak mau menggantung. Seringkali,
karenanya, si ibu harus menaruh bayi mereka di bawah. Hasilnya,
bayi-bayi tersebut harus diyakinkan bahwa mereka tidak diacuhkan. Si ibu
merespon dengan mengembangkan 'motherese' -- sistem komunikasi langsung
kepada bayi yang menekankan ekspresi wajah, bahasa tubuh, menyentuh,
menepuk, membelai, tertawa, menggelitik dan teriakan-teriakan panggilan
ekspresif secara emosional. Argumennya adalah bahwa bahasa bisa saja
berkembang karena hal-hal tersebut.
Kritik menyatakan bahwa bila teori ini mungkin menjelaskan sejumlah
jenis 'protobahasa' terhadap-bayi - dikenal sekarang sebagai 'motherese'
- ia hanya memberikan sedikit untuk menjawab permasalahan yang lebih
rumit, yang mana, munculnya di antara orang dewasa perkataan dengan
sintaks.
Teori Gramatisasi
'
Gramatikalisasi'
adalah sebuah proses sejarah berkelanjutan di mana kata-kata yang
berdiri sendiri berkembang menjadi tambahan tata bahasa, sementara hal
tersebut kemudian menjadi lebih terspesialisasikan dan terstruktur. Yang
awalnya berupa penggunaan yang 'salah', menjadi diterima, mengarah ke
konsekuensi yang tidak terbayangkan, memicu efek terpukul dan
memperpanjang seurutan perubahan. Secara paradoks, tata-bahasa
berkembang karena, dalam analisis akhir, manusia lebih tidak peduli
tentang keindahan tata-bahasa dari pada tentang membuat mereka sendiri
paham.
[89]
Jika ini merupakan cara bagaimana tata-bahasa berkembang sekarang,
menurut aliran pemikiran tersebut, kita dapat secara sah berpendapat
prinsip yang sama bekerja di antara leluhur jauh kita, saat tata-bahasa
itu sendiri untuk pertama kalinya terbentuk.
[90][91][92]
Untuk merekonstruksi ulang transisi evolusi dari awal bahasa ke
bahasa dengan tata-bahasa kompleks, kita perlu mengetahui urutan
hipotesis mana yang memungkinan dan yang tidak memungkinkan. Untuk
menyampaikan ide abstrak, jalan keluar pertama dari pembicara adalah
dengan kembali secara langsung pada gambaran konkrit yang dikenali,
sering kali mengembangkan metafora-metafora yang berakar dalam
pengalaman jasmani yang sama.
[93]
Contoh yang lazim adalah penggunaan istilah konkrit seperti 'perut'
atau 'punggung' untuk menyampaikan makna abstrak seperti 'di dalam' atau
'di belakang'. Hal yang sama secara metafora adalah strategi dalam
merepresentasikan pola sementara pada model spasial. Makanya dalam
konteks bahasa Inggris sering dikatakan 'It is going to rain',
dimodelkan dari 'I am going to London'. Kita bisa mempersingkat ini
dalam bahasa sehari-hari menjadi 'It's gonna rain'. Bahkan pada saat
terburu-buru, kita tidak mengatakan 'I'm gonna London' -- kontraksi
terbatas pada waktu yang menentukan pekerjaan. Dari contoh tersebut kita
tidak melihat kenapa gramatikalisasi secara konsistensi searah -- dari
makna konkrit ke abstrak, bukan sebaliknya.
Para teori gramatikalisasi membayangkan bahasa awal sebagai sederhana, mungkin hanya terdiri dari kata-kata benda.
[94]
Bahkan dengan asumsi ekstrim tersebut, bagaimanapun juga, sangat susah
untuk membayangkan halangan kognitif apa yang secara realistiknya
mencegah orang dari menggunakan -- katakanlah -- 'tombak' seakan-akan
sebagai kata kerja, seperti yang digunakan dalam bahasa Inggris ('Let's
spear this pig!'). Terlepas dari keindahan tata-bahasa yang para
profesional linguis pahami, orang-orang di dunia nyata akan menggunakan
kata benda mereka sebagai kata kerja atau kata kerja sebagai kata benda
saat keadaan mengkehendaki. Secara singkat, bila bahasa dengan
kata-benda-saja mungkin tampak secara teori memungkinkan, teori
gramatikalisasi mengindikasikan bahwa ia tidak dapat tetap konstan dalam
keadaannya tersebut untuk waktu yang lama.
Kreativitas mengendalikan perubahan tata-bahasa.
[95]
Hal ini menganggap sejumlah sikap di pihak pendengar. Bukannya
menghukum penyimpangan dari penggunaan yang seharusnya, pendengar harus
memprioritaskan imajinasi membaca-pikiran. Kita seharusnya tidak
mengambil begitu saja sikap kognitif. Kreatifitas imajinasi --
mengindahkan tanda bahaya macan tutul saat tidak ada macan tutul,
sebagai contohnya -- bukanlah suatu perilaku yang mana monyet vervet
akan hargai atau menghukum.
[96]
Kreatifitas dan reliabilitas adalah keinginan yang bertentangan; bagi
primata 'Machiavellian' sebagaimana pada hewan secara umumnya, tekanan
utamanya adalah untuk menunjukan reliabilitas.
[97]
Jika manusia meninggalkan batasan-batasan tersebut, itu karena pada
kasus kita, para pendengar lebih tertarik dengan keadaan mental.
Untuk berfokus pada keadaan mental adalah untuk menerima fiksi --
penghuni dari imajinasi -- sebagai informasi yang potensial dan menarik.
Ambil contoh pada penggunaan metafora. Sebuah metafora adalah, secara
literal, sebuah pernyataan yang salah.
[98]
Bayangkan deklarasi Romeo, 'Juliet adalah matahari!'. Juliet adalah
seorang wanita, bukanlah sebuah bola dari gas panas di angkasa. Tapi
para pendengar tidak (biasanya) bersikeras terhadap akurasi faktanya.
Mereka ingin mengetahui apa yang pembicara miliki dalam pikirannya.
Gramatikalisasi secara esensialnya berdasarkan pada metafora. Untuk
melanggar penggunaannya akan menghambat tata-bahasa untuk berkembang
dan, dengan token yang sama, untuk meniadakan semua kemungkinan dalam
mengekspresikan pemikiran abstrak.
[93] [99]
Suatu kritikan terhadap semua hal ini adalah bila teori
gramatikalisasi mungkin menjelaskan perubahan bahasa pada saat sekarang,
ia tidak secara memuaskan menjawab tantangan yang lebih rumit --
menjelaskan transisi awal dari komunikasi gaya-primata ke bahasa yang
kita ketahui sekarang. Tapi, teori tersebut mengasumsikan bahwa bahasa
telah ada. Seperti yang dibenarkan oleh Bernd Heine dan Tania Kuteva:
'Gramatikalisasi membutuhkan sebuah sistem linguistik yang digunakan
secara regular dan sering dalam suatu komunitas pembicara dan di
sampaikan dari satu grup pembicara ke yang lainnya'.
[100] Di luar manusia modern, kondisi tersebut tidak berlaku.
Teori Kera yang dijinakkan
Menurut penelitian yang menginvestigasi perbedaan suara antara
white-rumped Munia dengan bandingannya yang dikandangkan (
Bengalese finch),
munia liar menggunakan urutan suara tinggi yang khas, dimana yang
dipelihara mengeluarkan suara tinggi yang terpaksa. Pada finch liar,
sintaks dari suara adalah supaya disukai oleh betina - seleksi seksual -
dan secara relatif tidak berubah. Namun, pada Bengalese finch, seleksi
alam digantikan oleh proses keturunan, dalam kasus ini untuk corak warna
pada bulu. Karena berkurangnya dari tekanan selektif, sintaks suara
yang khas dibiarkan menghilang. Ia digantikan, selama 1000 generasi,
oleh sebuah variabel and tahap-tahap pembelajaran. Finch liar, lebih
lanjut, tidak mampu mempelajari urutan suara dari finch lainnya.
[101] Dalam bidang
vokalisasi burung,
bagian otak yang menghasilkan hanya suara bawaan lahir memiliki jalur
neural yang sederhana: pusat forebrain motor utama, dikenal dengan
robust nucleus dari
arcopallium
(RA), terhubung ke bagian tengah penghasil vokal, yang memproyeksikan
ke brainstem motor nuclei. Secara berlawanan, bagian otak yang mampu
mempelajari suara, RA menerima input dari sejumlah bagian forebrain,
termasuk dari bagian yang terlibat dalam belajar dan sosial. Kontrol
dalam menghasilkan suara menjadi kurang terbatas, lebih tersebar, dan
lebih fleksibel.
Bila dibandingkan dengan primata lain, yang sistem komunikasinya
terbatas pada stereotip suara teriak dan teriakan yang tinggi, manusia
memiliki sangat sedikit vokalisasi bawaan lahir, sebagai contoh
tertawa dan
menangis.
Lebih lanjut, vokalisasi bawaan lahir ini dihasilkan oleh jalur
neuronal yang terbatas, dimana bahasa dihasilkan oleh sistem yang sangat
tersebar mengikutkan sejumlah region pada otak manusia.
Fitur bahasa yang menonjol adalah bila kemampuan berbahasa
diturunkan, bahasa itu sendiri ditransmisi lewat kultur. Yang
ditransmisi lewat kultur juga pemahaman, seperti teknologi dalam
cara-cara melakukan sesuatu, yang dibungkus dalam penjelasan berbasis
bahasa. Karenanya seseorang akan mendapatkan lintasan evolusi yang kuat
antara kemampuan bahasa dan kultur: proto-manusia yang mampu meggunakan
bahasa pertama, dan diasumsikan belum sempurna, akan memiliki akses
pemahaman kultural yang lebih baik, dan pemahaman kultural, disampaikan
dalam proto-bahasa yang dapat dipahami oleh otak anak-anak, akan lebih
mudah ditrasmisikan, sehingga memberikan manfaat yang dapat diperoleh.
Karena itu proto-human masih melaksanakan, dan terus melaksanakan, yang disebut dengan
konstruksi niche, membuat
niche
kultural yang menyediakan kunci pemahaman terhadap kelangsungan hidup,
dan perubahan evolusionari berkelanjutan yang mengoptimasi kemampuannya
untuk menghiasi niche tersebut. Tekanan seleksi yang beroperasi untuk
menopang insting yang dibutuhkan untuk bertahan hidup pada niche
sebelumnya akan diharapkan mengendur karena manusia menjadi bergantung
kepada niche kultural yang dibuat sendiri, selama inovasi-inovasi yang
memfasilitasi adaptasi kultural -- dalam kasus ini, inovasi dalam
kompetensi bahasa -- akan lebih berkembang.
Salah satu cara untuk memikirkan tentang evolusi manusia adalah kita
ini seperti kera yang dijinakkan. Seperti halnya penjinakkan
mengendurkan seleksi untuk stereotip suara pada burung finch -- pilihan
pasangan digantikan dengan pilihan yang dibuat oleh kepekaan estetis
dari peternak burung dan kustomernya -- bisa saja domestikasi dari
kultural kita telah mengendurkan seleksi dalam banyak hal dari sifat
perilaku primata kita, menyebabkan jalur lama menjadi merosot dan
terbentuk ulang. Mempertimbangkan bahwa otak mamalia berkembang secara
tidak pasti -- otak berkembang secara "bottom up", dengan satu kelompok
interaksi neuronal mempersiapkan langkah untuk interaksi selanjutnya --
jalur degradasi lebih condong untuk mencari dan menemukan kesempatan
baru untuk terhubung sinaptis. Perbedaan turunan dari jalur otak seperti
itu bisa saja berkontribusi pada kompleksitas fungsi yang
mengkarakterisasikan bahasa manusia. Dan, seperti yang terjadi pada
burung finch, de-diferensiasi tersebut dapat terjadi dalam waktu yang
cepat.
[102] [103]
Komunikasi, bicara dan bahasa
Suatu perbedaan dapat ditarik antara
bicara dan
bahasa.
Bahasa tidak harus selalu diucapkan: ia bisa saja tertulis atau
diisyaratkan. Bicara adalah salah satu metode diantara sejumlah metode
berbeda dalam menterjemahkan dan mentrasmisikan informasi linguistik,
walaupun bisa dibilang yang paling alami.
Beberapa ahli melihat bahasa sebagai awal dari perkembangan kognitif,
ke-'ekternalisasi'-nya untuk melayai tujuan komunikatif yang terjadi
kemudian pada evolusi manusia. Menurut suatu aliran pemikiran, fitur
kunci yang membedakan bahasa manusia adalah
rekursi.
[104] -- dalam konteks ini, proses berulang menanamkan kalimat di dalam kalimat. Ilmuwan lain -- yang terkenal
Daniel Everett -- menolak bahwa rekursi itu adalah universal, mengutip beberapa bahasa tertentu (yaitu
Pirahã) yang diduga memiliki kekurangan fitur ini.
[105]
Kemampuan untuk memberikan pertanyaan dianggap oleh beberapa ahli
untuk membedakan bahasa dari sistem komunikasi selain-manusia. Beberapa
primata-primata kurungan (khususnya
bonobo dan
simpanse),
telah mempelajari menggunakan isyarat elementer untuk berkomunikasi
dengan pelatih manusia mereka, membuktikan mereka mampu merespon secara
benar terhadap pertanyaan dan permintaan kompleks. Tetapi mereka gagal
untuk memberikan sebuah pertanyaan yang sederhana. Sebaliknya, anak
manusia mampu menanyakan pertanyaannya untuk pertama kali (hanya
menggunakan intonasi pertanyaan) dalam periode mengoceh dari
perkembangan mereka, jauh sebelum mereka dapat menggunakan sintaks yang
terstruktur. Meskipun bayi-bayi dari kultur yang berbeda menyerap bahasa
natif-nya dari lingkungan, semua bahasa di dunia tanpa kecuali --
tonal, non-tonal, intonasi dan aksen -- menggunakan "intonasi tanya"
yang sama untuk pertanyaan ya-tidak.
[106] [107] Fakta ini adalah bukti kuat dari keuniversalan dari intonasi tanya.
Perkembangan kognitif dan bahasa
Salah satu kemampuan yang menarik yang dimiliki oleh pengguna bahasa
adalah referensi tingkat-tinggi, atau kemampuan untuk menunjuk ke benda
atau keadaan sesuatu yang tidak terjadi secara langsung bagi pembicara.
Kemampuan ini terkadang berhubungan kepada teori pikiran, atau sebuah
kepedulian dari orang lain sebagai mahluk hidup seperti dirinya dengan
hasrat dan perhatian sendiri. Menurut Chomsky, Hauser dan Fitch (2002),
ada enam aspek dari sistem referensi tingkat-tinggi:
- Teori pikiran
- Kapasitas untuk mendapatkan representasi konseptual non-linguis, seperti perbedaan pada objek/sifat
- Mengenali sinyal vokal
- Imitasi sebagai sistem yang rasional, bertujuan, sengaja.
- Secara sukarela mengatur produksi sinyal sebagai bukti dari komunikasi yang sengaja
- Kognisi angka
Teori pikiran
Simon Baron-Cohen
(1999) berargumen bahwa teori pikiran pasti mendahului penggunaan
bahasa, berdasarkan bukti penggunaan dari karakteristik-karakteristik
berikut sekitar 40.000 tahun yang lalu: komunikasi, perbaikan komunikasi
yang gagal, mengajar, persuasi, penipuan yang disengaja, membuat tujuan
dan rencana bersama-sama, membagi fokus atau topik secara sengaja, dan
berpura-pura. Lebih lanjut, Baron-Cohen berargumen bahwa banyak primata
memiliki kemampuan ini, tetapi tidak semuanya. Penelitian Call dan
Tomasello terhadap simpanse mendukung argumen ini, dimana seekor
simpanse tampak memahami bahwa simpanse lain memiliki kepedulian,
pengetahuan, dan tujuan, tetapi tidak memahami penipuan. Banyak primata
memperlihatkan kecendrungan ke arah teori pikiran, tetapi tidak
sepenuhnya sama dengan yang dimiliki manusia. Secara keseluruhan, ada
sejumlah konsensus bahwa teori pikiran diperlukan untuk menggunakan
bahasa. Maka, perkembangan dari teori pikiran pada manusia diperlukan
sebagai suatu prekursor penting untuk penggunaan bahasa secara penuh.
Pengenalan pada Angka
Dalam satu penelitian, tikus dan merpati dibutuhkan untuk menekan
tombol beberapa kali untuk mendapatkan makanan: binatang memperlihatkan
akurasi perbedaan untuk angka yang kecil dari empat, tapi setelah angka
dinaikkan, tingkat error meningkat (Chomsky, Hauser & Fitch, 2002).
Matsuzawa (1985) mencoba mengajari angka arab. Perbedaan antara primata
dan manusia dalam hal ini sangatlah besar, dimana simpanse membutuhkan
ribuan percobaan untuk mempelajarai angka 1-9 dimana setiap angka
membutuhkan waktu pelatihan yang hampir sama; dan, setelah mempelajari
makna dari 1, 2 dan 3 (dan terkadang 4), anak-anak dengan mudah memahami
nilai integer tertinggi dengan menggunakan fungsi turunan (misalnya, 2
lebih besar dari 1, 3 adalah 1 angkat lebih besar dari 2, 4 lebih besar 1
angka daripada 3; setelah mencapai angka 4 tampaknya hampir semua anak
memiliki
"a-ha!" momen dan memahami nilai semua integer
n
adalah lebih besar 1 dari angka sebelumnya). Secara sederhana, primata
lain belajar arti dari angka satu persatu dengan menggunakan pendekatan
yang sama dengan mengacu pada simbol sementara anak-anak pertama cukup
mempelajari daftar dari simbol (1,2,3,4...) dan kemudian nantinya mereka
akan mempelajari arti sebenarnya.
[108]
Hasil ini dapat dilihat sebagai bukti dari aplikasi dari "open-ended
generative property" dari bahasa dalam pengenalan angka pada manusia.
[109]
Struktur Linguistik
Prinsip Lexical-phonological
Hocket (1966) memberikan daftar rincian fitur yang penting untuk
menjelaskan bahasa manusia. Dalam wilayah prinsip lexical-phonological,
dua fitur dari daftar tersebut yang sangat utama:
- Produktifitas: pengguna dapat membuat dan memahami pesan yang sangat asing.
- Pesan baru secara bebas diciptakan oleh pencampuran, menganalisa dari, atau merubah yang lama.
- Tidak ada elemen baru atau lama yang secara bebas menjadi semantik
baru karena lingkungan dan konteks. Hal ini mengatakan bahwa di setiap
bahasa, idiom baru secara konstan tercipta.
- Dualitas (dalam pola): sejumlah elemen yang memiliki arti adalah
hasil ciptaan dari sejumlah kecil elemen yang kurang berarti secara
tersendiri dan berbeda-arti.
Sistem suara dari bahasa terbentuk dari sejumlah item-item fonologi sederhana. Dengan aturan tertentu
phonotactic dari suatu bahasa, item-item tersebut dapat digabung ulang dan disatukan, melahirkan
morfologi
dan kosa kata terbuka. Fitur kunci dari bahasa adalah sebuah, sejumlah
item-item fonologi yang terbatas melahirkan sistem kosa kata yang tidak
terbatas dimana aturan-aturan menentukan bentuk dari setiap item, dan
artinya terkait dengan bentuknya. Sintak fonologi adalah kombinasi
sederhana dari unit fonologi yang sudah ada. Terkait dengan hal tersebut
adalah fitur utama lain dari bahasa manusia: sintak leksikal (kosa
kata), dimana unit yang sudah ada digabungkan, menghasilkan item baru
secara semantik (arti) atau berbeda secara kosa kata.
Beberapa elemen dari prinsip lexical-phonological diketahui ada
diluar manusia. Bila semua (atau hampir kesemua) telah didokumentasikan
dalam suatu bentuk dalam dunia alami, hanya sedikit yang ada dalam satu
spesies yang sama. Nyanyian burung, kera, dan suara paus semuanya
memperlihatkan sintak fonologi, gabungan unit suara menjadi struktur
besar tanpa meningkatkan atau memberi arti baru. Beberapa spesies
primata memiliki sistem fonologi sederhana dengan unit-unit menunjuk
pada beberapa entiti di dunia. Namun, perbedaannya dengan sistem
manusia, unit-unit pada sistem primata tersebut biasanya terjadi dalam
isolasi, mengkhianati tidak adanya sintak lexical. Ada sebuah bukti baru
yang menyatakan bahwa monyet Campbell juga memperlihatkan sintak
leksikal, menggabungkan dua teriakan (teriakan peringatan adanya
predator dengan "boom", sebuah gabungan yang menyatakan berkurangnya
bahaya), namun masih belum jelas apakah itu adalah leksikal atau
fenomena morfologi.
Pijin dan kreol
Pijin adalah bahasa yang secara signifikan disederhanakan dengan
hanya tata-bahasa yang belum sempurna dan kosa kata yang terbatas. Pada
masa awal perkembangannya pijin hanya terdiri dari kata benda, kata
kerja, dan kata keterangan dengan sedikit atau tanpa pasal, kata depan,
kata penghubung atau kata bantu kerja. Tata bahasanya tidak memiliki
urutan kata dan kata-katanya tidak ada
nada suara.
[110]
Jika komunikasi terjadi antara kelompok yang menggunakan pijin untuk
waktu yang lama, pijin akan menjadi komplek dalam beberapa generasi.
Jika anak dalam satu generasi menggunakan pijin sebagai bahasa natif
maka ia akan berkembang menjadi
bahasa kreol,
yang makin teratur dan menggunakan tata-bahasa yang lebih rumit, dengan
fonologi yang teratur, sintak, morfologi, dan penggunaan sintaktis.
Sintak dan morfologi dari bahasa itu bisa saja memiliki inovasi lokal
sendiri yang tidak diturunkan dari bahasa orang tuanya.
Penelitian terhadap bahasa kreol diseluruh dunia telah menjelaskan
bahwa mereka memiliki kesamaan yang luar biasa dalam tata-bahasa dan
berkembang secara seragam dari pijin dalam satu generasi. Kesamaan ini
jelas kelihatan walaupun kreol tidak memiliki sumber yang sama. Sebagai
tambahan, kreol memiliki kesamaan walaupun terbentuk dalam isolasi yang
berbeda satu dengan yang lain.
Kesamaan sintak termasuk urutan kata dalam
Subjek-KataKerja-Objek
(SKO). Bahkan bila kreol berasal dari bahasa dengan urutan kata yang
berbeda mereka sering berkembang menjadi urutan SKO. Kreol condong
memiliki kesamaan pola penggunaan untuk klausa yang pasti dan tak pasti,
dan memiliki aturan perubahan untuk struktur kalimat walaupun pada
bahasa asalnya tidak ada.
[110]
Rentang waktu evolusiner
Bahasa Primata
Bidang ahli primatologi dapat memberikan kita gambaran mengenai cara
Kera Besar berkomunikasi di alam liar.
[111]
Penemuan utamanya yaitu primata selain-manusia, termasuk kera besar,
menghasilkan suara-suara yang bergradasi sebagai lawan dari
terdiferensiasi berdasarkan kategori, dengan pendengar berusaha untuk
mengevaluasi gradasi halus di bagian-bagian emosional dan keadaan tubuh
dari si pemberi sinyal. Kera sangat sulit menghasilkan vokalisasi tanpa
adanya keadaan yang berkaitan dengan emosi.
[112] Dalam penangkaran, kera telah diajarkan bentuk-bentuk dasar dari bahasa isyarat dan telah dibujuk untuk menggunakan
lexigram -- simbol-simbol yang secara grafis tidak menggambarkan kata -- pada papanketik komputer. Beberapa kera, seperti
Kanzi, telah belajar dan menggunakan ratusan lexigram.
[113] [114]
Area Broca dan
Area Wernicke
pada otak primata bertanggung jawab untuk mengontrol otot dari muka,
lidah, mulut, dan laring, dan juga untuk mengenali suara. Primata
dikenal membuat "teriakan vokal"", dan teriakan ini dibuat oleh sirkuit
dalam
batang-otak dan
sistem limbik.
[115]
Rupanya, pemindain modern pada otak pada simpanse yang sedang mengoceh
membuktikan bahwa mereka menggunakan area Broca untuk mengoceh.
[116]
dan ada bukti bahwa monyet-monyet yang mendengar monyet lain berceloteh
menggunakan wilayah otak yang sama seperti manusia mendengarkan
pembicaraan.
[117]
Di alam liar, komunikasi
monyet vervet telah banyak dipelajari.
[110]
Mereka dikenal karena membuat sepuluh vokalisasi yang berbeda. Banyak
darinya digunakan untuk memperingati anggota dari grup apabila predator
mendekat. Mereka termasuk "teriakan leopard", "teriakan ular", dan
"teriakan elang". Setiap teriakan memicu strategi pertahanan yang
berbeda pada monyet yang mendengar teriakan tersebut dan ilmuwan dapat
memperoleh respon yang terprediksi dari monyet dengan menggunakan
speaker dan suara rekaman. Vokalisasi yang lain digunakan untuk
identifikasi. Jika bayi monyet berteriak, ibunya akan menoleh kepadanya,
tapi ibu monyet vervet yang lain menoleh ke ibu monyet tersebut untuk
melihat apa yang akan dilakukannya.
[118]
Dengan cara yang sama, para peneliti telah memperlihatkan bahwa
simpanse (dalam penangkaran) menggunaan "kata" yang berbeda untuk
menunjuk pada makanan yang berbeda. Mereka merekam vokalisasi yang
dibuat oleh simpanse tersebut, sebagai contoh, untuk anggur, dan
simpanse yang lain akan menunjuk ke gambar anggur bila dipedengarkan
suara tersebut.
[rujukan?]
Awal-Homo
Mengenai pengucapan, ada spekulasi yang patut dipertimbangkan mengenai kemampuan bahasa dari awal-
Homo (2,5 sampai 0,8 juta tahun yang lalu). Secara anatomi, beberapa ahli percaya kemampuan
bipedalisme, yang berkembang dalam
australopithecine
sekitar 3,5 juta tahun lalu, telah membawa perubahan pada tengkorak,
membuat sistem vokal lebih banyak berbentuk L-nya. Bentuk dari trak dan
laring yang terletak dekat di bawah leher merupakan prasyarat penting
bagi kebanyakan suara yang dihasilkan manusia, terutama sekali pada
huruf hidup. Ilmuwan lain percaya bahwa, berdasarkan posisi laring,
Neanderthal tidak memiliki anatomi yang dibutuhkan untuk menghasilkan suara secara penuh yang dibuat oleh manusia modern.
[119] [120] Tetap saja ada yang berpendapat bahwa rendahnya laring tidak mempengaruhi perkembangan kemampuan berbicara.
[121]
Istilah
bahasa-purba, yang didefinisikan oleh linguis
Derek Bickerton, adalah bentuk primitif dari komunikasi yang memiliki kekurangan:
- sintaks yang lengkap
- kata penunjuk waktu, aspek, kata kerja bantu, dll.
- kosa kata kelas-tertutup (misalnya, non-leksikal)
Sebuah tingkat dalam evolusi bahasa berada di antara
bahasa kera besar dan bahasa manusia modern yang telah lengkap. Bickerton (2009) menempatkan pertama munculnya bahasa-purba dengan munculnya
Homo awal, dan menghubungkan kemunculannya dengan tekanan adaptasi perilaku terhadap
konstruksi niche dari
memulung yang dihadapi oleh
Homo habilis.
[122]
Fitur anatomis seperti vokal huruf L berevolusi terus-menerus, tidak muncul tiba-tiba.
[123] Makanya lebih memungkinkan bila
Homo habilis dan
Homo erectus selama
Lower Pleistocene memiliki semacam bentuk komunikasi sederhana antara manusia modern dan primata lainnya.
[124]
Homo sapiens purba
Steven Mithen mengusulkan istilah
Hmmmmm terhadap sistem komunikasi pra-linguistik yang digunakan oleh
Homo purba, dimulai dari
Homo ergaster dan mencapai tingkat tertinggi penggunaannya di masa
Pleistosen Tengah pada
Homo heidelbergensis dan
Homo neanderthalensis.
Hmmmmm adalah akronim dari kata bahasa Inggris untuk
holistic (bukan-gabungan),
manipulatif (ucapan merupakan perintah atau sugesti, bukan penjelasan),
multi-
modal (akustik sebagaimana gestur dan mimik),
musical (bersifat musik), dan
memetic.
[125]
Homo heidelbergensis
H. heidelbergensis adalah kerabat dekat (kebanyakan mungkin karena turunan dari bermigrasi) dari
Homo ergaster.
H. ergaster dikatakan sebagai hominid pertama yang bersuara,
[126] dan
H. heidelbergensis mengembangkan kultur yang lebih rumit sejak dari titik tersebut dan mungkin mengembangkan bentuk bahasa simbolik pertama.
Homo neanderthalensis
Penemuan
tulang hyoid Neanderthal di tahun 2007 menyatakan bahwa Neanderthal secara anatomis bisa saja menghasilkan suara seperti manusia modern.
Saraf hypoglossal,
yang dikirim lewat kanal, mengontrol pergerakan lidah dan ukurannya
dikatakan mempengaruhi kemampuan berbicara. Hominid yang hidup lebih
dari 300,000 tahun lalu memiliki kanal hypoglossal lebih mirip dengan
simpanse daripada manusia.
[127] [128] [129]
Walaupun Neanderthal memiliki anatomi yang memungkinkan untuk berbicara,
Richard G. Klein
pada tahun 2004 meragukan bahwa mereka memiliki bahasa seperti bahasa
modern. Keraguan dia berdasarkan catatan fosil dari manusia purba dan
peralatan batunya. Sejak 2 juta tahun setelah munculnya
Homo habilis,
teknologi batu dari hominid berubah sangat sedikit. Klein, yang telah
bekerja lama dengan alat-alat batu, menjelaskan alat batu yang kasar
pada manusia purba membuatnya tidak mungkin untuk dikelompokkan
berdasarkan fungsinya, dan melaporkan bahwa Neanderthal tidak begitu
peduli bagaimana bentuk akhir dari alat-alat mereka. Klein berargumen
bahwa otak Neanderthal belum mencapai tingkat kompleksitas untuk
berbicara secara modern, walaupun komponen fisik untuk menghasilkan
suara telah berkembang.
[130] [131] Isu mengenai tingkat kultur dan teknologi dari Neanderthal masih menjadi salah satu kontroversi.
Homo sapiens
Anatomi manusia modern pertama
muncul dalam catatan fosil
195.000 tahun yang lalu di Ethiopia. Tapi walau modern secara anatomis,
bukti arkeologi yang ada meninggalkan hanya sedikit indikasi bahwa
mereka berperilaku berbeda dengan
Homo heidelbergensis. Mereka memiliki alat batu
Acheulean yang sama dan berburu sedikit efisien dari manusia modern
Late Pleistocene.
[132] Transisi ke yang lebih canggih
Mousterian terjadi sekitar 120,000 tahun lalu, dan ini terjadi pada masa
H. sapiens dan
H. neanderthalensis.
Perkembangan
Perilaku modernitas pada
H. sapiens, yang tidak terjadi pada
H. neanderthalensis atau variasi
Homo lainnya, berkisar antara 70.000 sampai 50.000 tahun yang lalu.
Perkembangan alat yang lebih canggih, pertama kalinya terbentuk lebih
dari satu materi (contoh: tulang atau tanduk) dan dapat dikelompokan
dalam beberapa kategori dan fungsi (seperti ujung proyektil, alat ukir,
pisau, dan alat penggerekan dan tusuk) dianggap sebagai bukti munculnya
dan berkembangnya bahasa yang utuh, diasumsikan karena ia dibutuhkan
untuk mengajarkan proses manufaktur kepada para turunannya.
[130] [133]
Langkah terbesar
[diragukan – diskusikan] dalam evolusi bahasa adalah progres dari primitif, komunikasi seperti
bahasa pijin ke komunikasi berbentuk
kreol dengan tata-bahasa dan sintak seperti bahasa modern.
[110]
Beberapa ahli percaya bahwa langkah ini hanya dapat terjadi karena
perubahan biologis pada otak, seperti mutasi. Juga dikatakan bahwa gen
seperti
FOXP2 mungkin telah bermutasi membuat manusa dapat berkomunikasi.
[diragukan – diskusikan] Namun, penelitian genetik terbaru memperlihatkan bahwa Neandertal berbagi FOXP2 dengan
H. sapiens.
[134] Oleh sebab itu ia tidak memiliki mutasi yang unik dengan
H. sapiens. Malahan, ia mengindikasikan bahwa perubahan genetik mendahului Neandertal --
H. sapiens terpisah.
Masih banyak debat tentang apakah bahasa berkembang secara bertahap selama ribuan tahun atau muncul secara langsung.
Area Broca dan Wernicke pada otak primata juga muncul di otak
manusia, area pertama yang ikut serta dalam banyak pekerjaan kognitif
dan persepsi, yang berakhir pada kemampuan berbahasa. Sirkuit yang sama
pada otak primata, sistem stem dan limbic, mengatur suara non-verbal
pada manusia (tertawa, menangis, dll), yang menyatakan bahwa pusat
bahasa manusia adalah modifikasi sirkuit neural yang umum pada semua
primata. Modifikasi dan skil untuk komunikasi linguis ini tampak sangat
unik pada manusia, yang menyiratkan bahwa organ bahasa yang diturunkan
setelah garis keturunan manusia terpisah dari garis keturunan primata
(simpanse dan bonobo). Secara jelas menyatakan, bahasa kata adalah
modifikasi dari laring yang unik pada manusia.
[115]
Menurut
hipotesis Asal-usul dari Afrika, sekitar 50.000 tahun lalu
[135]
sekelompok manusia meninggalkan Afrika dan berlanjut mendiami hampir
sebagian dari bumi, termasuk Australia dan Amerika, yang mana belum
pernah dihuni oleh hominid kuno. Beberapa ilmuwan
[136] percaya bahwa
Homo sapiens
tidak meninggalkan Afrika sebelum itu, karena mereka belum memiliki
kesadaran dan bahasa modern, dan makanya tidak memiliki kemampuan atau
jumlah yang dibutuhkan untuk migrasi. Walaupun demikian, adanya fakta
bahwa
Homo erectus
berhasil meninggalkan benua lebih awal (tanpa kemampuan yang luas dari
bahasa, peralatan yang memadai, atau anatomi yang modern), alasan kenapa
anatomi manusia modern masih berada di Afrika untuk waktu yang lama
masih belum jelas.
Skenario Biologis pada evolusi bahasa
Semua manusia memiliki bahasa. Ini termasuk populasi, seperti
Tasmanian dan
Andamanese, yang telah terisolasi dari benua Old World selama 40.000 tahun lebih.
Linguistik
monogenesis adalah hipotesis bahwa ada sebuah proto-bahasa, terkadang disebut dengan
proto-manusia, dimana semua vokal pada bahasa yang diucapkan oleh manusia diturunkan. (Hal ini tidak berlaku pada
bahasa isyarat, yang diketahui muncul secara tersendiri.)
Hipotesis multiregional
mengharuskan bahwa bahasa modern berkembang secara tersendiri di semua
benua, sebuah dalil yang dianggap masuk akal oleh pendukung monogenesis.
[137] [138]
Fondasi Biologis dari bahasa manusia
Descended laring
dikenal sebagai struktur unik pada sistem vokal manusia dan penting
sekali dalam perkembangan bicara dan bahasa. Namun, ia juga telah
ditemukan di
spesies lainnya, termasuk mamalia laut dan rusa besar (contohnya:
Red Deer), dan laring diobservasi telah diwarisi selama vokalisasi pada
anjing,
kambing, dan
buaya.
Pada manusia, descended laring menyebabkan panjangnya sistem vokal dan
mengembangkan jenis-jenis suara manusia yang dapat dikeluarkan. Beberapa
ilmuwan mengklaim bahwa adanya komunikasi non-verbal pada manusia
sebagai bukti dari descended laring bukan bagian esensial terhadap
perkembangan bahasa.
Descended laring memiliki fungsi selain linguistik juga, mungkin
terlalu membesar-besarkan ukuran yang terlihat pada binatang (lewat
vokalisasi yang rendah dari nada yang diharapkan). Karenanya, walaupun
memainkan peranan penting dalam menghasilkan suara, memperluas
keberagaman suara yang dapat dihasilkan manusia, ia mungkin tidak
berkembang secara khusus untuk tujuan tersebut, seperti yang disarankan
oleh
Jeffrey Laitman, dan oleh Hauser, Chomsky, dan Fitch (2002), bisa saja merupakan contoh dari
praadaptasi.
Kemampuan mengkontrol lidah manusia juga harus diperhitungkan.
Sebagai akibat dari meningkatnya intelegensi, otak manusia dapat
mengkontrol organ dan sekelilingnya secara lebih tepat. Oleh karena itu,
lidah lebih kreatif dalam meliukkan, menggabungkan, menghentikan dan
mengeluarkan getar suara yang dihasilkan oleh laring.
Sejarah
Dalam agama dan mitologi
Pencarian terhadap asal mula bahasa memiliki sejarah yang panjang berakar dari
mitologi. Kebanyakan mitologi tidak menghargai manusia sebagai penemu bahasa tetapi ucapan dari
bahasa Ilahi mendahului bahasa manusia. Bahasa mistik digunakan untuk berkomunikasi dengan binatang atau roh, seperti
bahasa burung, juga banyak, dan memiliki ketertarikan sendiri pada masa
Renaissance.
Percobaan Historis
Sejarah memiliki sejumlah
anekdot tentang orang yang mencoba menemukan asal mula bahasa dengan bereksperimen. Kisah pertama diceritakan oleh
Herodotus (
Sejarah 2.2). Ia mengatakan bahwa Pharaoh Psammetichus (mungkin
Psammetichus I,
dari abad ke 7) memiliki dua anak yang dibesarkan oleh seorang
penggembala, dengan instruksi bahwa tidak ada yang boleh berbicara
dengan mereka, tapi si penggembala harus memberi makan dan menjaga
mereka sementara mendengarkan kata pertama mereka. Saat salah satu anak
menangiskan kata "bekos" dengan tangan yang terulur si penggembala
mengasumsikan bahwa kata tersebut adalah Phrygian karena seperti itulah
suara
Phrygian untuk kata
roti. Dari hal tersebut Psammetichus menyimpulkan bahwa bahasa pertama adalah Phrygian. Raja
James V of Scotland dikatakan melakukan percobaan yang sama: anaknya dikatakan berbicara
Bahasa Hebrew.
[139] Dua raja pada abad pertengahan
Frederick II dan
Akbar dikatakan melakukan percobaan yang sama; anak yang ikut dalam percobaan tersebut tidak berbicara.
[140]
Sejarah penelitian
Akhir abad 18 sampai awal abad 19 ilmuwan Eropa mengasumsikan bahwa
bahasa di dunia merefleksikan bermacam tingkatan perkembangan dari
primitif sampai ucapan tingkat lanjut, mencapai puncaknya pada
rumpun bahasa Indo-Eropa, dianggap sebagai yang paling berkembang.
[rujukan?]
Linguistik modern tidak muncul sampai akhir abad 18, dan tesis
Romantis atau
animisme dari
Johann Gottfried Herder dan
Johann Christoph Adelung
masih berpengaruh sampai abad 19. Pertanyaan mengenai asal mula bahasa
tampak tidak dapat dimasuki pendekatan metodis, dan pada tahun 1866
Linguistic Society of Paris
secara terkenal melarang semua diskusi mengenai asal mula bahasa,
menganggapnya sebagai masalah yang tidak terjawab. Meningkatnya
pendekatan sistematik terhadap
sejarah linguistik berkembang pada abad 19, mencapai puncaknya pada
Neogrammarian ajaran dari
Karl Brugmann dan lainnya.
Walaupun begitu, ketertarikan ilmuwan terhadap pertanyaan dari asal
mula bahasa secara berangsur-angsur hidup kembali sejak tahun 1950-an
(dan secara kontroversial) dengan ide-ide seperti
Tata bahasa universal,
Perbandingan massa dan
glottochronology.
"Asal mula bahasa" sebagai subjek tersendiri muncul dari pembelajaran dalam
neurolinguistik,
psikolinguistik dan
evolusi manusia.
Linguistic Bibliography memperkenalkan "
Origin of language"
(asal mula bahasa) sebagai topik terpisah pada tahun 1988, sebagai
sub-topik dari psikolinguistik. Institut penelitian khusus terhadap
evolusi linguistik adalah fenomena baru, muncul sejak tahun 1990-an.
Asal mula Bahasa Isyarat Nikaragua
Pada awal tahun 1979, pemerintahan baru di
Nikaragua memulai usaha pertama untuk mendidik anak tuli secara luas. Sebelumnya tidak ada
komunitas tuli
di negara tersebut. Pusat untuk pendidikan khusus tersebut
menyelesaikan sebuah program yang awalnya didatangi oleh 50 orang anak
tuli. Tahun 1983 tempat tersebut memiliki 400 murid. Tempat tersebut
tidak memiliki akses terhadap fasilitas pengajaran dari bahasa isyarat
yang digunakan di belahan dunia lain; sehingga, anak-anak tidak
diajarkan bahasa isyarat apapun. Program bahasa menekankan pada bahasa
Spanyol dan pembacaan mulut, dan penggunaan isyarat oleh pengajar
terbatas pada pengejaan jari (menggunakan isyarat sederhana untuk
menandakan huruf). Program tersebut mencapai sukses yang sedikit, dengan
kebanyakan murid gagal menangkap konsep dari kata-kata Spanyol.
Anak pertama yang sampai ke tempat tersebut datang hanya dengan
beberapa isyarat gestur kasar yang dikembangkan di antara keluarganya
sendiri. Namun, saat anak-anak ditempatkan bersama untuk pertama kalinya
mereka mulai membuat isyarat-isyarat satu dengan yang lain. Saat banyak
murid muda yang lain bergabung, bahasa mereka menjadi lebih kompleks.
Pengajar dari anak-anak, yang memiliki kesuksesan terbatas berkomunikasi
dengan anak-anak, melihat terpesona saat anak-anak mulai berkomunikasi
di antara mereka.
Akhirnya pemerintahan Nikaragua meminta pertolongan kepada
Judy Kegl, seorang ahli bahasa isyarat di
Universitas Northeastern
dari Amerika. Saat Kegl dan para peneliti lainnya mulai menganalisa
bahasanya, mereka mendapatkan bahwa anak yang lebih muda menggunakan
bentuk seperti pijin dari anak yang lebih tua dengan kompleksitas yang
lebih tinggi, dengan persamaan kata kerja dan konvensi tata-bahasa
lainnya.
[141]
Lihat juga
Catatan
- ^ Stam, J. H. 1976. Inquiries into the origins of language. New York: Harper and Row, p. 255.
- ^ Tallerman, Maggie; Gibson, Kathleen (2011). The Oxford Handbook of Language Evolution. Oxford: Oxford University Press. ISBN 0-19-954111-6, 9780199541119.
- ^ Müller,
F. M. 1996 [1861]. The theoretical stage, and the origin of language.
Lecture 9 from Lectures on the Science of Language. Reprinted in R.
Harris (ed.), The Origin of Language. Bristol: Thoemmes Press, pp. 7-41.
- ^ Christiansen,
M. H. and S. Kirby, 2003. Language evolution: the hardest problem in
science? In M. H. Christiansen and S. Kirby (eds), Language Evolution.
Oxford: Oxford University Press, pp. 1- 15.
- ^ Ulbaek,
Ib (1998). "The Origin of Language and Cognition". di dalam J. R.
Hurford & C. Knight. Approaches to the evolution of language. Cambridge University Press. hlm. 30–43.
- ^ Chomsky, N. (2004). Language and Mind: Current thoughts on ancient problems. Part I & Part II. In Lyle Jenkins (ed.), Variation and Universals in Biolinguistics. Amsterdam: Elsevier, pp. 379-405.
- ^ Chomsky, N. (2005). Three factors in language design. Linguistic Inquiry 36(1): 1-22.
- ^ Pinker, S. and P. Bloom (1990). Natural language and natural selection. Behavioral and Brain Sciences 13: 707-84.
- ^ Pinker, S. (1994). The Language Instinct. London: Penguin.
- ^ Ulbaek, I. (1998). The origin of language and cognition. In J. R. Hurford, M. Studdert-Kennedy and C. D. Knight (eds), Approaches to the evolution of language: social and cognitive bases. Cambridge: Cambridge University Press, pp. 30-43.
- ^ Tomasello, M. 1996. The cultural roots of language. In Velichkovsky, B. M. and D. M. Rumbaugh (eds), Communicating Meaning. The evolution and development of language. Mahwah, NJ: Erlbaum, pp. 275-307.
- ^ Pika, S. and Mitani, J. C. 2006. 'Referential gesturing in wild chimpanzees (Pan troglodytes)'. Current Biology, 16.191-192.
- ^ The Economist , The evolution of language: Babel or babble? , 16 April 2011 , pp. 85-86.
- ^ Cross, I. & Woodruff, G. E. (2009). Music as a communicative medium. In R. Botha and C. Knight (eds) The Prehistory of Language (pp113-144), Oxford: Oxford University Press, pp. 77-98.
- ^ Knight, C. and C. Power (2011). Social conditions for the evolutionary emergence of language. In M. Tallerman and K. Gibson (eds), Handbook of Language Evolution. Oxford: Oxford University Press, pp. 346-49.
- ^ Rappaport, R. A. (1999). Ritual and Religion in the Making of Humanity. Cambridge: Cambridge University Press.
- ^ Knight, C. (2010). 'Honest fakes' and language origins. Journal of Consciousness Studies , 15: 10-11 , pp. 236-48.
- ^ Knight, C. (2010). The origins of symbolic culture.
In Ulrich J. Frey, Charlotte Störmer and Kai P. Willfuhr (eds) 2010.
Homo Novus – A Human Without Illusions. Berlin, Heidelberg:
Springer-Verlag, pp. 193-211.
- ^ Knight,
C. 1998. Ritual/speech coevolution: a solution to the problem of
deception. In J. R. Hurford, M. Studdert-Kennedy and C. Knight (eds), Approaches to the Evolution of Language: Social and cognitive bases. Cambridge: Cambridge University Press, pp. 68-91.
- ^ Knight, C. 2006. Language co-evolved with the rule of law. In A. Cangelosi, A. D. M. Smith and K. Smith (eds) The evolution of language. Proceedings of the Sixth International Conference (EVOLANG 6). New Jersey & London: World Scientific Publishing, pp. 168-75.
- ^ Savage-Rumbaugh,
E.S. and K. McDonald (1988). Deception and social manipulation in
symbol-using apes. In R. W. Byrne and A. Whiten (eds), Machiavellian Intelligence. Oxford: Clarendon Press, pp. 224-237.
- ^ Kegl,
J., A. Senghas and M. Coppola (1998). Creation through Contact: Sign
language emergence and sign language change in Nicaragua. In M. DeGraff
(ed.), Language Creation and Change: Creolization, Diachrony and Development. Cambridge, MA: MIT Press.
- ^ Lieberman, P. and E. S. Crelin (1971). On the speech of Neandertal Man. Linguistic Inquiry 2: 203-22.
- ^ Arensburg, B., A. M. B. Vandermeersch, H. Duday, L. A. Schepartz and Y. Rak (1989). A Middle Palaeolithic human hyoid bone. Nature 338: 758-760.
- ^ Diller,
K. C. and R. L. Cann (2009). Evidence against a genetic-based
revolution in language 50,000 years ago. In R. Botha and C. Knight
(eds), The Cradle of Language. Oxford: Oxford University Press, pp. 135-149.
- ^ Henshilwood,
C. S. and B. Dubreuil (2009). Reading the artifacts: gleaning language
skills from the Middle Stone Age in southern Africa. In R. Botha and C.
Knight (eds), The Cradle of Language. Oxford: Oxford University Press, pp. 41-61.
- ^ Knight, C., (2009). Language, ochre and the rule of law. In R. Botha and C. Knight (eds), The Cradle of Language. Oxford: Oxford University Press, pp. 281-303.
- ^ Watts,
I. (2009). Red ochre, body painting, and language: interpreting the
Blombos ochre. In R. Botha and C. Knight (eds), The Cradle of Language.
Oxford: Oxford University Press, pp. 62-92.
- ^ Arcadi, A. C. 2000. Vocal responsiveness in male wild chimpanzees: implications for the evolution of language. Journal of Human Evolution, 39, 205-223.
- ^ Johanna
Nichols, 1998. The origin and dispersal of languages: Linguistic
evidence. In Nina Jablonski and Leslie C. Aiello, eds., The Origin and Diversification of Language, pp. 127-70. (Memoirs of the California Academy of Sciences, 24.) San Francisco: California Academy of Sciences.
- ^ Perreault,
C. and S. Mathew, 2012. Dating the origin of language using phonemic
diversity. PLoS ONE 7(4): e35289. Doi:10.1371/journal.pone.0035289.
- ^ Botha, R. and C. Knight (eds) 2009. The Cradle of Language. Oxford: Oxford University Press.
- ^ Pinker, S. (2003) Language as an adaptation to the cognitive niche, in M. H. Christiansen and S. Kirby (eds), Language Evolution. Oxford: Oxford University Press, pp. 16-37.
- ^ Sampson, G., D. Gil and P. Trudghill (eds), Language Complexity as an Evolving Variable. Oxford: Oxford University Press.
- ^ Darwin, C. (1871). "The Descent of Man, and Selection in Relation to Sex", 2 vols. London: Murray, p. 56.
- ^ Müller,
F. M. 1996 [1861]. The theoretical stage, and the origin of language.
Lecture 9 from Lectures on the Science of Language. Reprinted in R.
Harris (ed.), The Origin of Language. Bristol: Thoemmes Press, pp. 7-41.
- ^ Paget, R. 1930. Human
speech: some observations, experiments, and conclusions as to the
nature, origin, purpose and possible improvement of human speech. London: Routledge & Kegan Paul.
- ^ Firth, J. R. 1964. The Tongues of Men and Speech. London: Oxford University Press, pp. 25-6.
- ^ Stam, J. H. 1976. Inquiries into the origins of language. New York: Harper and Row, p. 243-44.
- ^ a b Zahavi, A. 1993. The fallacy of conventional signalling. Philosophical Transactions of the Royal Society of London. 340: 227-230.
- ^ Maynard Smith, J. 1994. Must reliable signals always be costly? Animal Behaviour 47: 1115-1120.
- ^ Goodall, J. 1986. The Chimpanzees of Gombe. Patterns of behavior. Cambridge, MA and London: Belknap Press of Harvard University Press.
- ^ Byrne, R. and A. Whiten (eds) 1988. Machiavellian Intelligence. Social expertise and the evolution of intellect in monkeys, apes, and humans. Oxford: Clarendon Press.
- ^ Knight,
C. 1998b. Ritual/speech coevolution: a solution to the problem of
deception. In J. R. Hurford, M. Studdert-Kennedy and C. Knight (eds), Approaches to the Evolution of Language: Social and cognitive bases. Cambridge: Cambridge University Press, pp. 68-91.
- ^ Power,
C. 1998. Old wives’ tales: the gossip hypothesis and the reliability of
cheap signals. In J. R. Hurford, M. Studdert Kennedy and C. Knight
(eds), Approaches to the Evolution of Language: Social and Cognitive Bases. Cambridge: Cambridge University Press, pp. 111 29.
- ^ Fitch, W. T. 2004. Kin Selection and ``Mother Tongues: A Neglected Component in Language Evolution. In D. Kimbrough Oller and Ulrike Griebel (eds), Evolution of Communication Systems: A Comparative Approach, pp. 275-296. Cambridge, MA: MIT Press.
- ^ Hamilton, W. D. 1964. The genetical evolution of social behaviour. I, II. Journal of Theoretical Biology 7: 1-52.
- ^ Tallerman,
M. In press. Kin selection, pedagogy and linguistic complexity: whence
protolanguage. In R. Botha and M. Everaert (eds), The Evolutionary Emergence of Human Language. Oxford: Oxford University Press.
- ^ Ulbaek, I. 1998. The origin of language and cognition. In J. R. Hurford, M. Studdert-Kennedy and C. D. Knight (eds), Approaches to the evolution of language: social and cognitive bases. Cambridge: Cambridge University Press, pp. 30-43.
- ^ Trivers, R. L. 1971. The evolution of reciprocal altruism. Quarterly Review of Biology 46: 35-57.
- ^ Knight, C. 2006. Language co-evolved with the rule of law. In A. Cangelosi, A. D. M. Smith and K. Smith (eds), The evolution of language. Proceedings of the Sixth International Conference (EVOLANG6). New Jersey & London: World Scientific Publishing, pp. 168-75.
- ^ Dessalles, J.-L. 1998. Altruism, status and the origin of relevance. In J. R. Hurford, M. Studdert-Kennedy and C. Knight (eds), Approaches to the Evolution of Language. Social and cognitive bases. Cambridge: Cambridge University Press, pp. 130-147.
- ^ Dunbar, R. I. M. 1996. Grooming, Gossip and the Evolution of Language. London: Faber and Faber.
- ^ Power,
C. 1998. Old wives’ tales: the gossip hypothesis and the reliability of
cheap signals. In J. R. Hurford, M. Studdert Kennedy and C. Knight
(eds), Approaches to the Evolution of Language: Social and Cognitive Bases. Cambridge: Cambridge University Press, pp. 111-29.
- ^ Rappaport, R. A. 1999. Ritual and Religion in the Making of Humanity. Cambridge: Cambridge University Press.
- ^ Knight,
C. 1998. Ritual/speech coevolution: a solution to the problem of
deception. In J. R. Hurford, M. Studdert-Kennedy and C. Knight (eds),
Approaches to the Evolution of Language: Social and cognitive bases.
Cambridge: Cambridge University Press, pp. 68-91.
- ^ Lewis,
J. 2009. As well as words: Congo Pygmy hunting, mimicry, and play. In
R. Botha and C. Knight (eds), The Cradle of Language. Oxford: Oxford
University Press, pp. 236-256.
- ^ Enfield, N. J. (2010). Without social context? Science, 329, 1600–1601.
- ^ Power,
C. 1998. Old wives’ tales: the gossip hypothesis and the reliability of
cheap signals. In J. R. Hurford, M. Studdert Kennedy and C. Knight
(eds), Approaches to the Evolution of Language: Social and Cognitive
Bases. Cambridge: Cambridge University Press, pp. 111 29.
- ^ Watts,
I. 2009. Red ochre, body painting, and language: interpreting the
Blombos ochre. In R. Botha and C. Knight (eds), The Cradle of Language.
Oxford: Oxford University Press, pp. 62-92.
- ^ Steels,
L. 2009. Is sociality a crucial prerequisite for the emergence of
language? In R. Botha and C. Knight (eds), The Prehistory of Language.
Oxford: Oxford University Press.
- ^ Deacon, T. 1997. The Symbolic Species: The co evolution of language and the human brain. London: Penguin.
- ^ Knight, C. 2010. The origins of symbolic culture. In Ulrich J. Frey, Charlotte Störmer and Kai P. Willfuhr (eds) 2010. Homo Novus – A Human Without Illusions. Berlin, Heidelberg: Springer-Verlag, pp. 193-211.
- ^ Rappaport, R. A. 1979. Ecology, Meaning, and Religion. Berkeley, California: North Atlantic Books.
- ^ Searle, J. R. 1996. The Construction of Social Reality. London: Penguin.
- ^ Durkheim,
E. 1947 [1915]. Origins of these beliefs. Chapter VII. In É. Durkheim,
The Elementary Forms of the Religious Life. A study in religious
sociology. Trans. J. W. Swain. Glencoe, Illinois: The Free Press, pp.
205-39.
- ^ Noam Chomsky (2011): Language and Other Cognitive Systems. What Is Special About Language? , Language Learning and Development , 7:4 , 263-278
- ^ Chomsky, N. 2005. Three factors in language design. Linguistic Inquiry 36(1): 1-22.
- ^ Knight, C. 2008. ‘Honest fakes’ and language origins. Journal of Consciousness Studies, 15, No. 10–11, 2008, pp. 236–48.
- ^ Premack, David & Premack, Ann James. The Mind of an Ape, ISBN 0-393-01581-5.
- ^ Kimura, Doreen (1993). Neuromotor Mechanisms in Human Communication. Oxford: Oxford University Press. ISBN 978-0-19-505492-7.
- ^ Newman, A. J., et al. (2002). "A Critical Period for Right Hemisphere Recruitment in American Sign Language Processing". Nature Neuroscience 5 (1): 76–80. doi:10.1038/nn775. PMID 11753419.
- ^ Corballis, M. C. 2002. Did language evolve from manual gestures? In A. Wray (ed.), The Transition to Language. Oxford: Oxford University Press, pp. 161-179.
- ^ Knight, C. 2008. Language co-evolved with the rule of law. Mind and Society 7(1): 109-128.
- ^ Knight, C. 1998. Ritual/speech coevolution: a solution to the problem of deception. In J. R. Hurford, M. Studdert-Kennedy and C. Knight (eds), Approaches to the Evolution of Language: Social and cognitive bases. Cambridge: Cambridge University Press, pp. 68-91.
- ^ Knight, C. 2000. Play as precursor of phonology and syntax. In Knight, C., M. Studdert-Kennedy and J. R. Hurford (eds), 2000. The Evolutionary Emergence of Language. Social function and the origins of linguistic form. Cambridge: Cambridge University Press, pp. 99-119.
- ^ Knight, C. 2008. 'Honest fakes' and language origins. Journal of Consciousness Studies, 15(10-11), pp. 236-48.
- ^ Kolb, Bryan, and Ian Q. Whishaw (2003). Fundamentals of Human Neuropsychology (edisi ke-5th). Worth Publishers. ISBN 978-0-7167-5300-1.
- ^ Skoyles, John R., Gesture, Language Origins, and Right Handedness, Psycholoqy: 11,#24, 2000
- ^ Petrides,
Michael, Cadoret, Genevieve, Mackey, Scott (2005). Orofacial
somatomotor responses in the macaque monkey homologue of Broca's area,
Nature: 435,#1235
- ^ Templat:Cite PMID
- ^ Templat:Cite PMID
- ^ Templat:Cite PMID
- ^ Templat:Cite PMID
- ^ Templat:Cite PMID
- ^ Schippers, MB; Roebroeck, A; Renken, R; Nanetti, L; Keysers, C (2010). "Mapping the Information flow from one brain to another during gestural communication". Proc Natl Acad Sci U S A. 107 (20): 9388–93. doi:10.1073/pnas.1001791107. PMID 20439736. PMC 2889063.
- ^ Moro, Andrea (2008). The Boundaries of Babel. The Brain and the Enigma of Impossible Languages. MIT Press. hlm. 257. ISBN 978-0-262-13498-9..
- ^ Falk, D. 2004. Prelinguistic evolution in early Hominins: Whence motherese? Behavioral and Brain Sciences 27: 491-503.
- ^ Sperber, D. and D. Wilson 1986. Relevance. Communication and cognition. Oxford: Blackwell.
- ^ Deutscher, G. 2005. The Unfolding of Language. The evolution of mankind’s greatest invention. London: Random House.
- ^ Hopper, P. J. 1998. Emergent grammar. In M. Tomasello (ed.), The New Psychology of Language. Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum, 155-175.
- ^ B. Heine and T. Kuteva, 2007. The Genesis of Grammar. A Reconstruction. Oxford: Oxford University Press.
- ^ a b Lakoff, G. and M. Johnson 1980. Metaphors We Live By. Chicago: University of Chicago Press.
- ^ Heine, B. and Kuteva, T. 2007. The Genesis of Grammar: A Reconstruction. Oxford: Oxford University Press, p. 111.
- ^ B. Heine and T. Kuteva, 2012. Grammaticalization theory as a tool for reconstructing language evolution. In M. Tallerman and K. R. Gibson (eds.), The Oxford Handbook of Language Evolution. Oxford: Oxford University Press, pp.512-527.
- ^ Cheney, D. L. and R. M. Seyfarth, 2005. Constraints and preadaptations in the earliest stages of language evolution. Linguistic Review 22: 135-59.
- ^ Maynard Smith, J. and D. Harper 2003. Animal Signals. Oxford: Oxford University Press.
- ^ Davidson, R. D. 1979. What metaphors mean. In S. Sacks (ed.), On Metaphor. Chicago: University of Chicago Press, pp. 29-45.
- ^ Lakoff, G. and R. Núñez 2000. Where mathematics comes from. New York: Basic Books.
- ^ B. Heine and T. Kuteva 2007. The Genesis of Grammar. A Reconstruction. Oxford: Oxford University Press, p. 164.
- ^ Soma, M., Hiraiwa-Hasegawa, M., & Okanoya, K. (2009). "Early ontogenetic effects on song quality in the Bengalese finch (Lonchura striata var. domestica): laying order, sibling competition and song sintax.". Behavioral Ecology and Sociobiology 63 (3): 363–370. doi:10.1007/s00265-008-0670-9.
- ^ Graham Ritchie and Simon Kirby (2005). "Selection, domestication, and the emergence of learned communication systems". Second International Symposium on the Emergence and Evolution of Linguistic Communication.
- ^ Ursula Goodenough. "Did We Start Out As Self-Domesticated Apes? ", 5 Februari 2010.
- ^ Hauser 2002.
- ^ Everett, Daniel L. (August–October 2005). "Cultural Constraints on Grammar and Cognition in Pirahã: Another Look at the Design Features of Human Language". Current Anthropology (Tbilisi: Logos) 46 (4): 634. ISBN 99940-31-81-3.
- ^ Bolinger, Dwight L. (Editor) 1972. Intonation. Selected Readings. Harmondsworth: Penguin, pg.314
- ^ Cruttenden, Alan. 1986. Intonation. Cambridge: Cambridge University Press. Pg.169-174
- ^ S. Carey, Mind Lang. 16, 37 (2001)
- ^ Hauser, Chomsky, Fitch, Science, Vol. 298, No. 5598 (Nov. 22, 2002), p. 1577
- ^ a b c d Diamond, Jared (1992, 2006). The Third Chimpanzee: The Evolution and Future of the Human Animal. New York: Harper Perennial. hlm. 141–167. ISBN 0-06-018307-1.
- ^ Arcadi,
A. C. (2000). Vocal responsiveness in male wild chimpanzees:
implications for the evolution of language. Journal of Human Evolution,
39, 205-223.
- ^ Goodall,
J. 1986. The Chimpanzees of Gombe. Patterns of behavior. Cambridge, MA
and London: Belknap Press of Harvard University Press, p. 125.
- ^ S. Savage-Rumbaugh and R. Lewin (1994), Kanzi. The ape at the brink of the human mind. New York: Wily.
- ^ Savage-Rumbaugh S, Shanker G, Taylor T J (1998) Apes, Language and the Human Mind. Oxford University Press, Oxford.
- ^ a b Freeman, Scott; Jon C. Herron. , Evolutionary Analysis (4th ed.) , Pearson Education, Inc. (2007) , ISBN 0-13-227584-8 pages 789-90
- ^ Evolve (tv show): Communication
- ^ RedOrbit: Primate and Human Language Use Same Brain Regions
- ^ Wade, Nicholas. "Nigerian Monkeys Drop Hints on Language Origin ", (The New York Times), 23 Mei 2006. Diakses pada 9 September 2007.
- ^ Aronoff, Mark; Rees-Miller, Janie, eds (2001). The Handbook of Linguistics. Oxford: Blackwell Publishers. hlm. 1–18. ISBN 1-4051-0252-7.
- ^ Fitch, W. Tecumseh. "The Evolution of Speech: A Comparative Review" (PDF). Diakses pada 9 September 2007.
- ^ John Ohala, (2000). The irrelevance of the lowered larynx in modern man for the development of speech]. In Evolution of Language - Paris conference (pp. 171-172).
- ^ Bickerton, Adam's Tongue (2009).
- ^ Olson, Steve (2002). Mapping Human History. Houghton Mifflin Books. ISBN 0-618-35210-4.
"Any adaptations produced by evolution are useful only in the present,
not in some vaguely defined future. So the vocal anatomy and neural
circuits needed for language could not have arisen for something that
did not yet exist"
- ^ Ruhlen, Merritt (1994). Origin of Language. New York, NY: Wiley. hlm. 3. ISBN 0-471-58426-6. "Earlier human ancestors, such as Homo habilis and Homo erectus,
would likely have possessed less developed forms of language, forms
intermediate between the rudimentary communicative systems of, say,
chimpanzees and modern human languages"
- ^ Mithen, Steven J. (2006). The Singing Neanderthals: The Origins of Music, Language, Mind, and Body. Cambridge: Harvard University Press. ISBN 0-674-02192-4.
- ^ Mithen, Steven (2006). The Singing Neanderthals, ISBN 978-0-674-02559-8 Templat:Please check ISBN
- ^ Jungers, William L. et al. (August 2003). "Hypoglossal Canal Size in Living Hominoids and the Evolution of Human Speech" (PDF). Human Biology 75 (4): 473–484. doi:10.1353/hub.2003.0057. PMID 14655872. Diarsipkan dari yang asli pada 12 Juni 2007. Diakses pada 10 September 2007.
- ^ DeGusta, David et al. (1999). "Hypoglossal Canal Size and Hominid Speech". Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 96 (4): 1800–1804. doi:10.1073/pnas.96.4.1800. PMID 9990105.
"Hypoglossal canal size has previously been used to date the origin of
human-like speech capabilities to at least 400,000 years ago and to
assign modern human vocal abilities to Neandertals. These conclusions
are based on the hypothesis that the size of the hypoglossal canal is
indicative of speech capabilities.".
- ^ Johansson, Sverker (April 2006). "Constraining the Time When Language Evolved" (PDF). Evolution of Language: Sixth International Conference, Rome: 152. doi:10.1142/9789812774262_0020. Diakses pada 10 September 2007.
"Hyoid bones are very rare as fossils, as they are not attached to the
rest of the skeleton, but one Neanderthal hyoid has been found
(Arensburg et al., 1989), very similar to the hyoid of modern Homo
sapiens, leading to the conclusion that Neanderthals had a vocal tract
similar to ours (Houghton, 1993; Bo¨e, Maeda, & Heim, 1999).".
- ^ a b Klarreich, Erica (April 20, 2004). "Biography of Richard G. Klein". Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 101 (16): 5705–5707. doi:10.1073/pnas.0402190101. PMID 15079069. PMC 395972. Diakses pada 10 September 2007.
- ^ Klein, Richard G.. "Three Distinct Human Populations". Biological and Behavioral Origins of Modern Humans. Access Excellence @ The National Health Museum. Diakses pada 10 September 2007.
- ^ Schwarz, J. http://uwnews.org/article.asp?articleID=37362
- ^ Wolpert, Lewis (2006). Six impossible things before breakfast, The evolutionary origins of belief. New York: Norton. hlm. 81. ISBN 0-393-06449-2.
- ^ Krause (2007). Current Biology 17 (21). doi:10.1016/j.cub.2007.10.008. PMID 17949978. http://www.cell.com/current-biology/abstract/S0960-9822%2807%2902065-9.
- ^ Minkel, J. R. (2007-07-18). "Skulls
Add to "Out of Africa" Theory of Human Origins: Pattern of skull
variation bolsters the case that humans took over from earlier species". Scientific American.com. Diakses pada 9 September 2007.
- ^ Klein, Richard. "Three Distinct Populations". Diakses pada 10 November 2007.
"You've had modern humans or people who look pretty modern in Africa by
100,000 to 130,000 years ago and that's the fossil evidence behind the
recent "Out of Africa" hypothesis, but that they only spread from Africa
about 50,000 years ago. What took so long? Why that long lag, 80,000
years?"
- ^ Wade, Nicholas. "Early Voices: The Leap to Language ", (The New York Times), 15 Juli 2003. Diakses pada 10 September 2007.
- ^ Sverker, Johansson. "Origins of Language — Constraints on Hypotheses" (PDF). Diakses pada 10 September 2007.
- ^ Lindsay, Robert (1728). The
history of Scotland: from 21 February 1436. to March, 1565. In which
are contained accounts of many remarkable passages altogether differing
from our other historians; and many facts are related, either concealed
by some, or omitted by others. Baskett and company. hlm. 104.
- ^ Linguistics 201: First Language Acquisition
- ^ "A Linguistic Big Bang ", The New York Times.
Referensi
- Allott, Robin (1989). The Motor Theory of Language Origin. Sussex, England: Book Guild. ISBN 0-86332-359-6.
- Botha, R. and C. Knight (2009). The Prehistory of Language. Oxford: Oxford University Press. ISBN 978-0-19-954587-2.
- Botha, R and C. Knight (2009). The Cradle of Language. Oxford: Oxford University Press. ISBN 978-0-19-954585-8.
- Cangelosi, A., A. Greco, and Harnad, S. (2002) "Symbol grounding and the symbolic theft hypothesis." Simulating the Evolution of Language, edited by A. Cangelosi and D. Parisi. London: Springer.
- Crystal, David (1997). The Cambridge Encyclopedia of Language. Cambridge: Cambridge University Press. ISBN 0-521-55967-7.
- Dawkins, Richard. 2004. The Ancestor's Tale: A Pilgrimage to the Dawn of Life. London: Weidenfeld and Nicolson.
- Deacon, Terrence William (1997). The Symbolic Species: The Co-evolution of Language and the Brain. New York: W.W. Norton. ISBN 0-393-03838-6.
- Dunbar, R.I.M. (1996). Grooming, Gossip and the Evolution of Language. London: Faber and Faber. ISBN 0-571-17396-9.
- Ginzburg, Carlo (1984). "Morelli, Freud, and Sherlock Holmes: Clues and Scientific Method". di dalam Eco, Umberto; Sebeok, Thomas. The Sign of Three: Dupin, Holmes, Peirce. Bloomington, IN: History Workshop, Indiana University Press. hlm. 81-118. ISBN 978-0-253-35235-4.
Ginzburg menyadari bahwa paradigma membaca kejadian di masa lalu lewat
tanda-tandanya di masa sekarang bermula dari praktik primitif dari para
[[pelacak].
- Givón, T. (2002). "The evolution of language out of pre-language." Typological studies in language 53. Amsterdam: John Benjamins. ISBN 1-58811-237-3.
- Harnad, S.R., J. B. Lancaster, and H.D. Steklis (1976)(Eds). Origins and Evolution of Language and Speech. New York: New York Academy of Sciences. ISBN 0-89072-026-6.
- Hauser, Marc
D.; Chomsky, Noam; Fitch, W. Tecumseh (2002). "The faculty of language:
What is it, who has it, and how did it evolve?". Science 298 (5598): 1569–1579. doi:10.1126/science.298.5598.1569. PMID 12446899.
- Hurford, James R. (1990). "Nativist and functional explanations in language acquisition." Logical Issues in Language Acquisition, edited by I.M. Roca, 85–136. Dordrecht: Foris. ISBN 90-6765-506-6.
- Kenneally, Christine (2007). The First Word: The Search for the Origins of Language. New York: Viking.
- Knight, C., M. Studdert-Kennedy and J. R. Hurford (eds), 2000. The Evolutionary Emergence of Language. Cambridge: Cambridge University Press.
- Knight, C., and C. Power (2011). Social conditions for the evolutionary emergence of language. In M. Tallerman and K. Gibson (eds), Handbook of Language Evolution. Oxford: Oxford University Press, pp. 346-49.
- Komarova, N.L. (2007). "Language and mathematics: An evolutionary model of grammatical communication." History & Mathematics, edited by Leonid Grinin, Victor C. de Munck, and Andrey Korotayev, 164–179. Moscow: KomKniga/URSS. ISBN 978-5-484-01001-1.
- Laitman, J.T. and Reidenberg, J.S. (2009) The evolution of the human
larynx: Nature’s great experiment. In: Fried M.P., Ferlito, A. eds. The
Larynx, 3rd ed., Plural, San Diego, 19-38.
- Pinker, Steven (2000). The Language Instinct: How the Mind Creates Language. New York: Harper Perennial Modern Classics. ISBN 0-06-095833-2.
- Perreault, C. and S. Mathew, 2012. Dating the origin of language using phonemic diversity. PLoS ONE 7(4): e35289. Doi:10.1371/journal.pone.0035289.
- Pollick, Amy. S and Frans B.M. de Waal (2007). "Ape gestures and language evolution." [1] Proceedings of the National Academy of Sciences 104.19, 8184–8189. (Also: Popular summary by Liz Williams, "Human language born from ape gestures", Cosmos, May 1, 2007.)
- Saussure, Ferdinand de (1986). Course in General Linguistics, translated by Roy Harris. Chicago: Open Court. (English translation of 1972 edition of Cours de linguistique générale, originally published in 1916.)
- Vajda, Edward. "The origin of language."
Bacaan lebih lanjut
- Botha, R. and C. Knight (eds) 2009. The Prehistory of Language. Oxford: Oxford University Press.
- Botha, R. and C. Knight (eds) 2009. The Cradle of Language. Oxford: Oxford University Press.
- Burling, R. 2005. The Talking Ape. How language evolved. Oxford: Oxford University Press.
- Christiansen, M. and S. Kirby (eds), 2003. Language Evolution. Oxford: Oxford University Press.
- Christiansen, M. and S. Kirby (eds), 2003. Language Evolution. Oxford: Oxford University Press.
- de Grolier, E. (ed.), 1983. The Origin and Evolution of Language. Paris: Harwood Academic Publishers.
- Dessalles, J-L., 2007. Why We Talk. The evolutionary origins of language. Oxford: Oxford University Press.
- Deutscher, G. 2005. The Unfolding of Language. The evolution of mankind’s greatest invention. London: Random House.
- Dunbar, R. I. M. 1996. Grooming, Gossip and the Evolution of Language. London: Faber and Faber.
- Dunbar, R. I. M., C. Knight and C. Power (eds), 1999. The Evolution of Culture. An interdisciplinary view. Edinburgh: Edinburgh University Press.
- Fitch, W. T. 2010. The Evolution of Language. Cambridge: Cambridge University Press.
- Harnad, S. R., H. D. Steklis and J. Lancaster (eds), 1976. Origins and Evolution of Language and Speech. New York: Annals of the New York Academy of Sciences.
- Hockett, C. F. 1960. The origin of speech. Scientific American 203(3): 89-96.
- Hrdy, S. B. 2009. Mothers and others. The evolutionary origins of mutual understanding. London and Cambridge, MA: Belknap Press of Harvard University Press.
- Hurford, J. R. 2007. The Origins of Meaning. Language in the light of evolution. Oxford: Oxford University Press.
- Hurford, J. R., M. Studdert-Kennedy and C. Knight (eds), 1998. Approaches to the Evolution of Language. Social and cognitive bases. Cambridge: Cambridge University Press.
- Knight, C., M. Studdert-Kennedy and J. R. Hurford (eds), 2000. The Evolutionary Emergence of Language. Social function and the origins of linguistic form. Cambridge: Cambridge University Press.
- Lenneberg, E. H. 1967. Biological Foundations of Language. New York: Wiley.
- Leroi-Gourhan, A. 1993. Gesture and Speech. Trans. A. Bostock Berger. Cambridge, MA: MIT Press.
- Lieberman, P. 1991. Uniquely Human. The evolution of speech, thought and selfless behavior. Cambridge, Mass.: Harvard University Press.
- Lieberman, P. 2006. Toward an Evolutionary Biology of Language. Cambridge, MA: Harvard University Press.
- MacNeilage, P. 2008. The Origin of Speech. Oxford: Oxford University Press.
- Maynard Smith, J. and D. Harper 2003. Animal Signals. Oxford: Oxford University Press.
- Tallerman, M. and K. Gibson (eds), 2012. The Oxford Handbook of Language Evolution. Oxford: Oxford University Press.
- Tomasello, M. 2008. Origins of Human Communication. Cambridge, MA: MIT Press.
- Zahavi, A. and A. Zahavi 1997. The Handicap Principle. A missing piece in Darwin's puzzle. New York and Oxford: Oxford University Press.